|
BANDUNG -- Limbah cair (licit) dari sekitar 18 ribu meter kubik sampah yang tertumpuk di TPA Cigedig, Desa Sarimutki, Kecamatan Cipatat, Kab Bandung, mulai mencemari lokasi perikanan di Waduk Cirata. Komisi B DPRD Jabar akan meninjau tingkat pencemaran licit di Waduk Cirata pekan depan. Anggota Komisi B DPRD Jabar dari Fraksi Amanat Nasional, Ginandjar Daradjat, mengatakan, licit dari TPA Cigedig mulai mencemari lokasi perikanan di Waduk Cirata. Ia mengaku belum mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pencemaran licit tersebut. ''Yang pasti, ancaman negatif dari licit tersebut harus segera diantisipasi. Pekan depan kami ninjau lokasi TPA dan Waduk Cirata,'' ujar Ginandjar kepada wartawan di DPRD Jabar, Rabu (20/9). Ia mengaku tak ingin TPA Cigedig menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan. Ginandjar menegaskan, bila TPA Cigedig tidak segera dibenahi maka akan membunuh sektor perikanan di Waduk Cirata. Pihaknya menyayangkan Pemprov Jabar, Pemkot Bandung dan Cimahi yang tidak segera mengelola TPA Cigedig secara komperehensif. ''Dari awal saya ingatkan, bila MoU gubernur dan Perhutani belum cukup untuk menangani TPA Cigedig,'' ujar Ginandjar menegaskan. Nota kesepahaman (MoU) tentang penetapan TPA Cigedig itu, imbuh dia, harus ditindaklanjuti dengan kajian teknis. Sementara anggota Komisi D DPRD Jabar dari Fraksi Keadilan Sejahtera, Diah Nurwitasari, menilai, kelemahan lain dari pengelolaan TPA Cigedig adalah buruknya aksesbilitas jalan menuju lokasi TPA. ''Pemprov lebih fokus mengusulkan pembangunan infrastruktur TPA. Tapi akses jalannya justru tidak dibenahi,'' ujarnya. Sementara itu, kredibilitas PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) dipertanyakan dalam pengelolaan sampah. Pasalnya, selama satu tahun menjalin kontrak dengan Pemkot Bandung, belum ada perkembangan yang dilakukan PT BRIL. ''Termasuk masalah pendanaan, apa mereka mempunyai uang Rp 600 miliar?'' ujar Sekretaris Komisi C DPRD Kota Bandung, Muchsin Al Fikri, Selasa (20/9). Ia menambahkan, sebelum darurat sampah hingga sekarang, belum banyak yang dilakukan PT BRIL. Sebelumnya, kontrak PT BRIL dengan Pemkot Bandung habis pada 18 September 2006. Pada hari itupun Pemkot Bandung menandatangani nota kesepahaman bersama PT BRIL untuk memperpanjang kontraknya selama satu tahun. Dalam waktu tiga bulan, PT BRIL diminta menyelesaikan studi kelayakan. Muchsin menjelaskan, nota kesepahaman tidak mempunyai kekuatan hukum tapi lebih ke kekuatan moral. Karena itu, kesepakatan dalam nota kesepahaman masih bisa dilepas. ''Harusnya PT BRIL dievaluasi,'' katanya menandaskan. Ia mengaku tidak mengetahui sistem perekrutan PT BRIL. Bahkan kriteria perekrutan PT BRIL tidak jelas. Wali Kota Bandung, Dada Rosada, mengatakan, studi kelayakan harus selesai cepat. Pasalnya, pengolahan sampah tersebut harus segera ditindaklanjuti. Ia menjelaskan, tidak mungkin Kota Bandung terus tergantung pada daerah lain. Untuk pengolahan sampah energi listrik itu, kata Dada, ada warga yang mempunyai lahan 30 hektare tanah di Gedebage. Pemilik tanah tersebut, kata dia, siap menjual tanahnya seluas 15 ha kepada pemkot. Dada menjelaskan, studi kelayakan akan mengikutsertakan tim dari ITB. Ia mengaku dana yang dibutuhkan untuk pengolahan sampah ini besar. san/ren Post Date : 21 September 2006 |