KARAWANG, (PR).- Zat kimia dalam limbah batu bara yang diserap tanah dapat mengakibatkan kanker dan kerusakan janin pada manusia. Dengan demikian, proses penampungan limbah bahan beracun dan berbahaya (B3), terutama fly ash dan bottom ash tidak boleh bersentuhan langsung dengan media tanah.
Menurut Sekretaris Koalisi Pemantau Limbah B3 Indonesia, Antonius Naibahu, saat dihubungi di Karawang Selasa (4/8), di dalam limbah batu bara (bottom ash) terdapat zat kimia yang mudah meresap ke dalam media tanah. Dalam sehari zat kimia pencemar itu dapat meresap hingga kedalaman empat meter. "Dan itu sangat berbahaya jika dikonsumsi," ujarnya.
Ia mencontohkan, salah satu kasus akibat tidak menyadari telah mengonsumsi air yang tercemar limbah batu bara pada salah satu daerah di Jakarta Timur. Di daerah tersebut terdapat pencemaran udara dan air tanah karena pembuangan limbah batu baterai yang kandungannya terkategori limbah B3. Masyarakat di lokasi tersebut mengalami gangguan kesehatan berupa gatal-gatal, gangguan pernapasan, dan kerusakan alat reproduksi.
Ketua Koalisi Pemantau Limbah B3 Indonesia Bagong Suyoto juga mengkhawatirkan kondisi itu terjadi di Kab. Karawang jika pembuangan limbah B3 batu bara dibiarkan sembarangan. Limbah yang dibuang di sepanjang bantaran Tarum Barat yang menjadi bahan baku air minum warga Karawang, Bekasi , dan Jakarta itu bisa saja tercemar karena pembuangan secara sembarangan itu. "Akan tetapi, itu baru diketahui setelah uji laboratorium," ujar dia.
Pengamatan "PR" di lapangan, aliran air di Tarum Barat selain dijadikan bahan baku air minum bagi warga Karawang, Bekasi, dan Jakarta, juga masih dimanfaatkan warga sekitarnya untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus (MCK). Jarang dari mereka yang memiliki sumber air sendiri seperti sumur maupun air pompa di dalam rumah.
Tidak berubah
Menurut Kepala Subbagian Program Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Karawang, Bambang Susetyo, sejak beberapa tahun belakangan, pengajuan anggaran untuk sosialisasi pengendalian limbah B3 tidak pernah berubah.
Padahal, kata Bambang, panitia anggaran beberapa kali meminta Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) untuk memperbaiki penyusunan anggaran yang disesuaikan dengan kebutuhan riil. Namun, nyatanya perubahan itu tidak dilakukan. Bahkan, beberapa saran Bappeda untuk mengoptimalkan kerja Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) tidak diajukan dalam anggaran.
Dalam APBD 2009 Kab. Karawang, anggaran untuk program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup dialokasikan sebesar Rp 265.000.000,00. Sementara untuk operasional laboratorium, pengadaan alat, dan akreditasi laboratorium sebesar Rp 190.000.000,00. (A-153)
Post Date : 05 Agustus 2009
|