|
Jakarta, Kompas - Sejak beberapa tahun lalu dunia mengisyaratkan bahwa ketersediaan air bagi penduduk bumi tidak sebanding dengan peningkatan permintaan. Di Indonesia, kondisi makin parah karena lemahnya koordinasi penanganan sumber daya air belum juga teratasi. Padahal, jumlah lahan kritis semakin luas termasuk hilangnya kawasan tangkapan air, sedimentasi, dan kerusakan daerah aliran sungai (DAS). Pencemaran air pun terus terjadi. Mengenai luasan lahan kritis, data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 1990 menunjukkan, lahan kritis di Indonesia mencapai 13,2 juta hektar dan tahun 2004 naik menjadi 42,10 juta hektar. Sebanyak 60 DAS masuk prioritas pertama, 222 DAS prioritas kedua, dan 176 DAS prioritas ketiga. "Penyebabnya adalah tidak adanya koordinasi yang tepat antarinstansi dan sektor-sektor yang berkepentingan," kata Direktur Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air Bappenas Dr Ir Edi Effendi Tedjakusuma MA dalam lokakarya "Pengelolaan Sumberdaya Air Berkelanjutan". Acara diselenggarakan Kementerian Lingkungan Hidup kerja sama dengan LSM WaterFinns dari Finlandia di Jakarta, Rabu (2/3). Pernyataan serupa diungkapkan Deputi Pelestarian Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup Sudariyono dan Kepala Sub-Direktorat Konservasi Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum M Ali. Menurut data PU, sejumlah waduk tingkat sedimentasinya berat, di antaranya Jatiluhur (Jawa Barat), Karangkates (Jawa Timur), Wonogiri (Jawa Tengah), dan Gragak di Bali. Sedimentasi juga menimpa lima danau, masing-masing Tondano, Limboto, Tempe, Toba, dan Poso. Sebelas sungai tercatat tercemar berat limbah industri, rumah tangga, dan logam berat merkuri (Hg). "Pendayagunaan sumber daya air tidak diimbangi upaya konservasi. Ini butuh penanganan bersama," katanya. Tidak dibahas Peserta dari Yayasan Konservasi Borneo Gusti Anshari menyayangkan sisi lingkungan tidak dibahas secara memadai dalam acara kemarin. Keberlanjutan sumber daya air, lanjut staf pengajar Universitas Tanjungpura itu, semestinya tidak hanya dikupas mengenai air minum dan dampaknya semata. "Harus ada pembahasan bagaimana upaya yang harus dilakukan terhadap lingkungan, demi keberlanjutan sumber daya air," katanya. Akan tetapi, hingga acara berakhir, tidak ada rekomendasi bentuk kerja sama yang dapat dilakukan antarkedua negara. (GSA) Post Date : 03 Maret 2005 |