Lekukan Citarum Penyebab Banjir

Sumber:Pikiran Rakyat - 21 November 2008
Kategori:Banjir di Luar Jakarta

SOREANG, (PR).- Pascabanjir di Majalaya, pemerintah Kecamatan Majalaya mendesak pemerintah untuk segera melakukan normalisasi Sungai Citarum dan tindakan nyata untuk menghindarkan Majalaya dari banjir bandang tahunan. Hal itu disebabkan terdapat 7 titik yang berasal dari 12 lekukan Sungai Citarum di Kecamatan Majalaya dan sekitarnya, yang selalu menjadi daerah langganan banjir. Ke-7 titik tersebut adalah Desa Tanggulun (Kecamatan Ibun), pusat kota Kec. Majalaya, Kp. Kondang, Kp. Hanja, Kp. Emper, Jln. Babakan, dan Kp. Leuwidulang di Kec. Majalaya.

"Dari tahun ke tahun selalu banjir, bahkan kedalamannya bertambah, dan Majalaya selalu menjadi kecamatan yang mandi lumpur selama 20 tahun ini," kata Camat Majalaya Yiyin Sodikin, ketika ditemui di Rancajigang, Kec. Majalaya, Kab. Bandung, Kamis (20/11).

Selain usaha pengerukan dan pelebaran Sungai Citarum, Yiyin juga berharap pemerintah segera merealisasikan penyodetan yang dilakukan di 12 titik Sungai Citarum yang melewati wilayah Majalaya.

Selama ini, dari 12 lekukan tajam tersebut, ada 2 lekukan yang kurang dari 90 derajat, padahal idealnya adalah lebih dari 100 derajat. Hal tersebut membuat daerah di sekitar lekukan terkena lontaran arus air yang selanjutnya mengakibatkan banjir. Lekukan tersebut berada di Desa Tanggulun dan Kp. Leuwidulang, Desa Sukamaju.

Lekukan tersebut mengakibatkan sedikitnya 5 km2 cakupan Kec. Majalaya selalu terancam banjir setiap tahun. Lingkaran tersebut terhubung dengan 4 kecamatan lain, yaitu Ciparay, Cicalengka, Rancaekek, dan Pacet. Banjir paling parah terjadi pada April 2008, dengan kedalaman 1,80 meter. Banjir kembali terjadi pada Senin (17/11) pukul 21.30 WIB dengan kedalaman sekitar 1 meter, dan surut pada Selasa (18/11) sore.

Selain itu, Yiyin juga mengemukakan gagasan untuk melakukan penghijauan kembali daerah Gunung Rakuta di Kecamatan Ibun, yang pada Mei 2005 lalu pernah terjadi longsor. "Diperkirakan, lumpur yang selama ini menggenangi Majalaya berasal dari Gunung Rakuta, makanya kami ingin bantuan dari pemerintah dalam hal ini Perhutani, untuk menghijaukan kembali daerah Gunung Rakuta untuk memperbaiki bekas longsor," ucap Yiyin.

Cara lain yang ditawarkan sebagai langkah jangka panjang adalah pembangunan danau buatan di Kp. Balekambang dan Kp. Pungkur. Manfaat sampingan dari pembuatan danau di antaranya pengairan sawah dan upaya agar pabrik yang berada di lokasi tersebut tidak lagi mengambil air dari bawah tanah.

Industri terganggu

Banjir dan lumpur yang selalu menggenangi Majalaya setiap tahun diakui oleh Penasihat Perhimpunan Pengusaha Tekstil Majalaya (PPTM) Satja Natasaputra, membuat lesu iklim usaha. Data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyebutkan, di Majalaya terdapat sedikitnya 60 industri menengah ke atas dan lebih dari 150 UKM.

"Dari jumlah sekitar 300.000 warga Majalaya, 70% hidup dari industri TPT (Tekstil dan Produk Tekstil) secara langsung, dan karena banjir efisiensi bisa hilang 50%," ucap Satja.

Sementara itu, Kabupaten Bandung sendiri memiliki potensi 40% TPT dari skala nasional. Sedangkan TPT Majalaya menyumbang 10% hasilnya.

"Kalau dirupiahkan, kerugian bisa mencapai miliaran rupiah, hitung saja kalau dalam setahun kita harus kebanjiran beberapa kali dalam kurun waktu enam bulan," kata Satja.

Air kotor

Sementara itu, Kasie Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) Dinas Kesehatan Jabar dr. R.M. Wahyu S. menyatakan, masyarakat perlu mewaspadai penyakit yang biasa menghinggapi masyarakat seusai banjir. "Penyakit tersebut biasanya terbawa oleh air kotor maupun yang disebabkan air banjir itu sendiri," ujarnya, dalam acara diskusi "Potensi Partisipasi Publik Dalam Peningkatan Kualitas Air, Kesehatan, dan Lingkungan" yang digelar ESP-USAID-Kelompok Kerja Komunikasi Air (K3A) di Jln. Surapati Bandung, Kamis (20/11).

Menurut dia, dampak yang paling ditakutkan pascabanjir di antaranya banyak warga yang menderita berbagai penyakit. "Prinsipnya, karena air banjir tidak layak untuk dikonsumsi. Sementara, ketersediaan air bersih sangat minim di sekitar lokasi banjir karena sudah tercampur dengan air banjir dan lumpur yang terbawa," ungkapnya.

Air banjir menjadi sarana yang paling mudah untuk penularan berbagai penyakit seperti infeksi saluran cerna, infeksi mata, infeksi pernapasan, infeksi kulit, bahkan infeksi otak dapat ditularkan lewat air. Penyakit infeksi saluran cerna dengan gejala demam, diare, dan muntah sering ditularkan melalui air. Penyakit tersebut meliputi gastroenteritis (infeksi saluran cerna) karena virus rota, disentri, kolera, tifus, hepatitis A, giardiasis, cryptosporidiosis, E coli, giardia, norovirus, salmonelosis, atau sigelosis. (A-158/CA-175)



Post Date : 21 November 2008