CIMAHI, (PR).- Penggunaan Tempat Pemrosesan dan Pengolahan Sampah Akhir (TPPSA) Legok Nangka diperkirakan menelan biaya operasional lebih tinggi. Terkait hal itu, Pemerintah Kota Cimahi berupaya melakukan proses pengurangan volume sampah dengan pola 3R dan metode composting.
Menurut Kepala Bidang Kebersihan pada Dinas Penyehatan Lingkungan dan Kebersihan Kota Cimahi Yaya Sunarya, jika masyarakat dapat mengaplikasikan kedua cara tersebut, sampah di Cimahi akan berkurang drastis. Namun diakui, masih sulit untuk bisa menerapkan metode tersebut. Perlu adanya kemauan dan kesadaran dari pribadi masing-masing.
"Dengan kedua metode itu, sebenarnya masyarakat sudah mambantu pemerintah dalam mengurangi sampah dan menghemat biaya untuk pengelolaan sampah," ujarnya saat ditemui di Cimahi, Selasa (1/6).
Yaya menuturkan, sampah akan semakin menjadi masalah saat tempat pemrosesan kompos (TPK) Sarimukti ditutup tahun 2011. Kota Cimahi dengan luas wilayah terbatas, bakal kesulitan membuang sampah.
Saat ini, kata dia, Pemerintah Provinsi Jabar telah menetapkan TPPSA Legok Nangka sebagai pengganti TPK Sarimukti. Namun, biaya operasional yang akan dikeluarkan pemerintah daerah lebih mahal.
Berdasarkan volume
Yaya mengatakan, untuk membuang sampah ke TPPSA Legok Nangka, setiap pemerintah daerah akan dikenakan biaya dengan menghitung berdasarkan volume sampah yang dibuang. "Saat ini untuk masalah biaya masih dalam tahap pembicaraan. Namun, dalam hitungan sementara, biayanya bisa mencapai Rp 92.500 per ton," tuturnya. Bahkan, biaya tersebut belum termasuk komponen lain, di antaranya transportasi.
Produksi sampah Kota Cimahi, kata Yaya, setiap hari mencapai 110-120 meter kubik. Dengan demikian, biaya yang akan dikeluarkan pemerintah sangat tinggi. Yaya mengatakan, metode composting dan pola 3R diharapkan dapat membantu memecahkan masalah tersebut.
"Saat ini sedang digalakkan composting dengan model takakura untuk skala rumah tangga. Lewat model tersebut, 70 persen sampah rumah tangga bisa diolah," tuturnya pula.
Sedangkan sampah lainnya yang merupakan sampah anorganik, dapat diolah dengan pola 3R. Dengan demikian, sampah yang ada bisa menjadi nol ketika seluruh masyarakat dapat menerapkan metode tersebut. (A-177)
Post Date : 02 Juni 2010
|