|
Jakarta, Kompas - Masyarakat pelanggan air bersih dari Perusahaan Air Minum DKI Jakarta yang bermitra dengan dua perusahaan asing masih mengeluhkan buruknya pelayanan. Di antaranya, warga masih kesulitan memanfaatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari dengan berbagai sebab. Keluhan-keluhan itu mengemuka dalam Temu Pelanggan Perusahaan Air Minum (PAM) DKI dengan mitra PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), Kamis (27/7). Temu pelanggan ini diadakan di Kantor Kelurahan Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. "Selama ini kami tidak pernah putus menerima keluhan pelanggan mengenai buruknya layanan air bersih dari PAM Jaya," kata Ketua Komite Pelanggan Air PAM Se-Jakarta Pusat H Muhamad Nuh. Yang lebih parah lagi, lanjut Nuh, ketika kualitas air yang masih buruk, tarif air dinaikkan. "Lima bulan terakhir saya hanya bayar langganan air bersih Rp 40.000 sampai Rp 150.000. Tagihan bulan ini malah naik menjadi Rp 200.000. Itu belum lagi dikenai denda Rp 5.000," ujar Nuh, yang juga Ketua Dewan Kelurahan Kebon Kosong, Tanah Abang. "Seharusnya tarif naik, kualitas air menjadi lebih baik. Ini malah semakin buruk. Bayangkan air tidak bisa diminum. Terpaksa kami membeli air isi ulang atau air kemasan," ungkap Nuh. Pelanggan lain juga menyatakan kualitas air bersih tak terjaga dengan baik. Bahkan, ada yang mengeluhkan air berbau anyir seperti air got. Air yang keluar dari keran pun pernah mengandung jentik nyamuk. Secara terpisah, kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Komisi D kemarin mengundang Direktur Utama PAM DKI Haryadi Priyohutomo beserta jajarannya. Kemudian dilanjutkan mengundang jajaran direksi PT Palyja dan PT Thames PAM Jaya (TPJ). Desak hentikan kerja sama "Kerja sama dengan pihak swasta itu harus diputus. Sejak kontrak diteken tahun 1998, sama sekali tidak ada kemajuan dalam pelayanan pendistribusian air bersih," kata anggota Komisi D DPRD DKI, Wilson Sirait, setelah mendengar pemaparan Direktur Utama PAM DKI Haryadi. Sumber daya air, lanjut Wilson, dikuasai negara. Tetapi, mengapa air di DKI ini malah diserahkan kepada perusahaan asing yang ternyata juga memberikan pelayanan yang terus memburuk. Secara terpisah, Gubernur Sutiyoso kemarin di Balaikota DKI menyatakan, saat ini mitra-mitra asing berusaha menjual saham masing-masing. PT Palyja sudah menjual 49 persen saham, sedangkan PT TPJ tengah mengusulkan rencana penjualan 100 persen sahamnya. Dalam rapat kerja Komisi D DPRD, Haryadi juga menjelaskan, rencana investasi yang telah dilakukan PT Palyja tahun 1998- 2002 sebesar Rp 889,20 miliar. Namun, realisasinya baru Rp 607 miliar atau 73 persen. Sedangkan PT TPJ pada periode yang sama rencana investasi Rp 784,82 miliar, yang direalisasikan Rp 393 miliar atau 62 persen. (pin/naw) Post Date : 28 Juli 2006 |