Sunandar sempat ragu meminum air yang dituang ke dalam gelasnya. Korban banjir di Desa Purwadana, Karawang, Jawa Barat, ini tertegun beberapa detik. Entah apa yang dipikirkannya. Tapi, sedikit demi air di gelas itu pun diteguknya. "Ahhh... rasanya tawar mirip air mineral," katanya.
Nandar pria ini biasa disapa bukan sedang minum obat atau ramuan ajaib. Namun cairan tersebut berasal dari Sungai Citarum yang tingkat kekeruhannya semakin meningkat lantaran curah hujan tinggi. Air yang sama menenggelamkan ratusan rumah warga, termasuk rumah Nandar, di sekitar sungai terpanjang di Jawa Barat itu. Warnanya cokelat gelap dan kotor. Tapi, setelah meminumnya, Nandar yakin air itu layak konsumsi.
Akhir Maret lalu, tim dari Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Penge-tahuan Indonesia menguji coba unit pengolahan air kotor menjadi layak minum. Laiknya peragaan sulap, air bah Citarum dalam sekejap menjadi bening, sebening air mineral. Air itu pula yang diminum Sunandar. Tak perlu menunggu berjam-jam. Cukup sepertiga menit saja, perubahan itu terjadi. "Kapasitasnya 10 liter per menit," kata Nanik Indayaningsih, Kepala Peneliti Pembuatan Unit Pengolahan Air Kotor Bergerak Menjadi Air Bersih dan Layak Minum.
Menurut Nanik, air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia, terutama di wilayah bencana. Kekurangan pasokan air bersih otomatis berpengaruh terhadap kesehatan warga. Masalah sosial bisa timbul. Berbagai penyakit, dari gatal-gatal sampai diare, hampir pasti menyerang warga setiap saat. Jika tidak diatasi, dampaknya bisa meluas dan berujung pada kematian.
Indonesia memang dikenal elok pemandangannya, kaya akan sumber daya alam, tapi dekat dengan bencana. Gempa, longsor, dan banjir silih berganti hadir di republik ini. Nah, kondisi rawan air bersih biasanya terjadi saat bencana melanda suatu wilayah. Misalnya, setelah tsunami di Aceh pada 2004. Air berlimpah di wilayah Serambi Mekah ini, tapi tak layak minum. Kondisi serupa terjadi pada korban banjir di Karawang dan wilayah lainnya.
Berlimpahnya air di daerah bencana membuat LIPI mengembangkan teknologi pengolahan air banjir menjadi air bersih layak konsumsi. Sejak 2009, peneliti LIPI mendesain alat yang mampu bekerja 24 jam untuk menyalurkan air sesuai dengan pagu layak minum di daerah bencana. Airnya harus memenuhi standar secara fisika, kimia, dan biologi sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.
Peneliti utama pengolahan air banjir Profesor Perdamaian Sebayang menjelaskan, teknologi buatan LIPI bisa menghasilkan air bersih dan layak minum dengan cepat. "Air sekeruh apa pun bisa dimurnikan sekejap," katanya. Alat buatan LIPI ini, kata Perdamaian, mampu menghasilkan air layak minum 10 liter per menit atau air bersih 20 liter per menit. Kapasitas ini diyakini mampu mengatasi permasalahan air minum di daerah gempa atau banjir untuk 4.800 jiwa.
LIPI mengandalkan metode purifikasi (water purification) yang mampu memproses dan menghilangkan bahan-bahan polutan, seperti bahan kimia, kontaminasi biologis, dan benda-benda kasar (partikel) yang terdapat dalam air baku (raw water). Tujuan utama proses purifikasi adalah menghasilkan air layak minum. Berbeda dengan teknologi konvensional lainnya yang hanya mengolah air dengan tingkat kekeruhan yang rendah. Misalnya, skema filtrasi secara umum di industri dan depot pengelolaan air minum isi ulang yang mengolah air bersih menjadi siap minum. "Sumber air minum kemasan memang sudah diambil dari sumber air yang bersih," kata Perdamaian.
Kelebihan alat LIPI terletak pada filter siklon (cyclone filter). "Air sekeruh apa pun dengan mudah dipisahkan dari unsur lumpurnya," kata Perdamaian. Awalnya air diambil dari sumbernya melalui proses filtrasi, yang di antaranya melalui unit cyclone filter, filter pasir (sand filter), dan filter sedimen (micron filter).
Cyclone filter merupakan saring-an awal untuk partikulat padatan kasar atau lumpur. Fungsinya sebagai prefilter air baku (air banjir) dengan tingkat endapan tinggi. Cyclone filter secara umum memiliki bentuk conical (mengerucut) dengan lubang inlet membentuk sudut tangensial dan lubang outlet (produk) berada pada posisi vertikal. Adapun cyclone filter yang digunakan didesain berbentuk tabung berbahan baja. Efisiensi cyclone separator bergantung pada kecepatan aliran air.
Prinsip umum proses cyclone separator adalah memutar air kotor secara tangensial yang bertujuan mempercepat aliran air kotor melalui separator. Gaya sentrifugalnya membuat partikel yang lebih berat cenderung memisah lebih cepat sampai ke bagian dasar (outlet air kotor) lewat bantuan gravitasi. Selanjutnya, air dengan konsentrasi endapan yang lebih ringan akan diputar balik ke atas dan dialirkan menuju filter tahap selanjutnya, yaitu saringan pasir (sand filter).
"Tahapan ini hanya mampu menghilangkan kotoran berupa partikulat (fisik) sampai ukuran mikron," katanya. Biasanya air dengan tingkat kekeruhan tinggi mempunyai endapan mencapai 40 persen dari total berat keseluruhan. Dengan demikian, air bersih yang dihasilkan mencapai 60 persen.
Proses pemurnian berlanjut ke sistem ultrafiltrasi (UF) dengan ukuran pori 0,01 mikron sehingga mampu menghilangkan padatan mikro. Untuk menjamin tingkat kemurnian air yang lebih baik lagi, setelah proses UF, dilanjutkan dengan proses filtrasi reverse osmosis (RO), yaitu pemurnian dengan menggunakan membran semipermeable dengan ukuran pori lebih kecil lagi, yakni hingga 0,0001 mikron. Sistem RO, selain mampu menghilangkan kontami-nan padatan mikro (suspended solid), mik-robiologi (bakteri dan virus), mampu menyaring ion-ion (logam berat) dalam air hingga 99,99 persen.
Belum selesai sampai di situ, tahapan terakhir adalah sistem yang dilengkapi dengan sinar ultraviolet (UV) sebagai media disinfektan. Hasilnya, air keruh yang semula mempunyai tingkat turbidity (kekeruhan air) 636 TU berubah drastis menjadi bening dengan angka tinggal 0,00 TU. "Seratus persen aman diminum," katanya.
Tempo melihat alat utama buatan LIPI ini berbentuk persegi raksasa. Tiga tabung setinggi pria dewasa dipasang sejajar di dalam kerangka besi yang terbuat dari baja. Liukan pipa-pipa lainnya tersusun rapi menghubungkan tabung satu dengan yang lain. Dua buah pompa air seukuran televisi 14 inci dipasang di sudut bagian bawah. Beratnya mencapai 1 ton. Teknologi ini dipasang di kendaraan serupa mobil terbuka untuk menjangkau daerah yang terkena bencana dengan tenaga genset 5.000 watt.
Kelebihan lainnya, Sebayang melanjutkan, setiap empat jam proses peng-olahan air mesin bisa melakukan proses pencucian alat kembali (backwash) dengan membalikkan sistem yang ada. "Output dan input dibalik," katanya. Fungsinya tak lain untuk membersih-kan sedimen dalam setiap filter agar tidak tersumbat. Unit pengolahan air bergerak ini dibuat dengan dana Rp 300 juta sebuah.
Peneliti utama bidang teknologi lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Nusa Idaman Said, mengapresiasi alat buatan LIPI ini. "Cocok digunakan untuk kualitas air baku yang tidak mengandung bahan berbahaya beracun jenis B3 (Fe dan merkuri)," katanya. Artinya, limbah tidak berbahaya seperti limbah rumah tangga yang mengandung bibit-bibit penyakit serta pencemar biologis (bakteri, jamur, dan virus) dapat diolah dengan mudah dan cepat. Rudy Prasetyo
Post Date : 19 April 2010
|