|
Kuningan, Kompas - Krisis air kembali melanda Kota Cirebon sejak empat hari lalu hingga Selasa (23/12). Di beberapa perumahan dan perkantoran, air mengalir tidak lancar, bahkan ada yang berhenti total. Akibatnya, sejumlah warga terpaksa menggali sumur guna memenuhi kebutuhan. Berdasarkan pemantauan Kompas, di Perumahan Pilang Perdana, misalnya, air tidak mengalir pada pagi hari. Warga yang tidak mempunyai sumur pompa terpaksa menunggu sore, bahkan malam hari, untuk mendapatkan air. Hal serupa juga terjadi di Perumahan Pilang Setra. Wahyu, warga Pilang Perdana Blok B Nomor 12, mengaku kecewa dengan pelayanan PDAM. Ia mengancam tidak akan membayar tagihan rekening PDAM jika air tidak juga mengalir. "PDAM harus konsekuen. Jika terlambat bayar, kami didenda. Tetapi, jika tak ada air, kami harus tetap bayar," katanya. Hal yang sama diungkapkan Nunung, warga kompleks Jember Agung Blok B Majasem. Menurut Nunung, sebagian warga di Majasem terpaksa membuat sumur tanah mendadak karena empat hari air PDAM mampet. Beberapa tetangga yang belum mempunyai sumur tanah terpaksa meminta air dari tetangga yang memiliki sumur tanah. Nunung mengatakan, Pemerintah Kota Cirebon dan Pemerintah Kabupaten Kuningan seharusnya mengerti dan mengutamakan kepentingan masyarakat, jangan malah membuat masyarakat menderita. Curi air Surutnya aliran air PDAM Kota Cirebon terjadi akibat pengurangan debit air oleh PDAM Kabupaten Kuningan. Direktur PDAM Kabupaten Kuningan Khamdan mengatakan, pihaknya menyesuaikan debit aliran air dengan surat izin pengambilan air (SIPA) Pemerintah Kota Cirebon. Menurut Khamdan, air yang mengalir dari sumber air Paniis di Kuningan seharusnya tidak lebih dari 750 liter per detik untuk pipa pertama dan 110 liter per detik untuk pipa kedua. Namun, berdasarkan pengukuran PDAM Kuningan, air yang mengalir ke Cirebon mencapai 1.000 liter per detik untuk pipa pertama dan 200 liter per detik untuk pipa kedua. Pengukuran aliran air dilakukan di Nanggela, Kuningan. "Mereka (PDAM Cirebon) justru telah mencuri air. Karena itu, kami kembalikan lagi debit aliran air sesuai dengan SIPA yang ada," kata Khamdan. Pengukuran air sebenarnya sudah menimbulkan masalah selama lebih dari sebulan, bahkan memicu terjadinya krisis air di Kota Cirebon pada bulan lalu. Saat itu Pemerintah Kota Cirebon mengklaim air yang mengalir sesuai dengan SIPA karena diukur dari meteran Kalitanjung di Cirebon. Sebaliknya, Pemerintah Kabupaten Kuningan mengukur dari meteran air di Nanggela, yang berada di Kuningan, di atas Kalitanjung tetapi masih di bawah sumber air Paniis. Ia menyebutkan, aliran air seharusnya diukur dari sumber mata air. "Kalau orang mau beli barang, dihitungnya ketika saat berada di toko. Masalah ada barang hilang di jalan, itu bukan tanggung jawab penjual," ujarnya. Wali Kota Cirebon Subardi menilai krisis air tersebut sebagai tanggung jawab direksi PDAM setempat. "Masa harus selalu wali kota yang mengurusi masalah itu. Kalau demikian, apa tugas direksi PDAM?" ujarnya seraya menegaskan akan segera mengkaji kinerja Direksi PDAM Kota Cirebon. (NIT) Post Date : 24 Desember 2008 |