|
BANDUNG - Longsoran sampah di Kabupaten Bandung kembali menelan korban nyawa Subagja (43) dan Surmi (53), warga RT4 RW 8, Kampung Ampera, Desa Jayagiri Kecamatan Lembang. Longsor terjadi pada Kamis (3/3) petang. Menurut Ketua RW 8, Andi kepada wartawan, Jumat (4/3) pagi, longsor terjadi karena tumpukan sampah warga yang menggunung tak jauh dari rumah kontrakan keluarga Subagja dan Surmi ini tak kuat menahan curah hujan yang turun dua kali dalam sehari, yaitu pada pukul 15.00 sampai 16.00 WIB dan hujan lagi pada pukul 21.00 hingga 24.00. WIB Bencana ini juga membuat anak-anak pasangan Subagja dan Surmi cedera. Mereka adalah Rusmini (20), Jajang (18), Dede (15), Oman (14), Asep (10) dan tujuh rumah lainnya rusak. Lima rumah di RT 04 dan dua rumah di RT 05. Sementara itu, 37 keluarga yang tinggal di dekat lokasi musibah diungsikan ke Posko Pengungsian di Masjid Nur Barokah untuk menghindari longsor susulan. Jenazah Surmi dimakamkan di kampung keluarganya di Parongpong. Sedangkan jenazah Subagja dimakamkan di Lembang. Sebelum terjadi bencana, Rusmini mengatakan sempat berfirasat longsor akan terjadi di kampungnya. "Sejak musibah sampah longsor di Leuwigajah, saya langsung khawatir dan memiliki firasat bahwa longsor akan terjadi di sini. Ternyata firasat saya benar dan orang tua saya menjadi korban," isaknya. Rusmini menceritakan, longsoran sampah sempat menimbun empang milik keluarga yang terletak di belakang rumah. Namun karena sampah yang sangat banyak maka empang tersebut tak dapat menahan sampah yang terus menerjang rumahnya. "Longsor sudah pernah terjadi pada tahun 1970 akibat galian pasir yang membuat tebing terjal dan menghasilkan banyak cekungan yang kemudian malah digunakan untuk pembuangan sampah oleh warga," ujarnya. Kejadian serupa juga terjadi pada tahun 1996 yang membuat tiga rumah rusak tanpa korban jiwa. Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan yang meninjau ke lokasi longsor usai melakukan pengecekan di pasar-pasar dan terminal di Bandung langsung memberikan sumbangan bantuan berupa uang tunai sebanyak Rp 10 juta. "Sebetulnya kalau soal pertanggungjawaban, itu harus diminta kepada masyarakat yang pertama kali mengembangkan sampah di sini. Karena lurah dan camat sudah memberitahu masyarakat untuk tidak membuang sampahnya ke sana. Tapi, masyarakat tetap saja membuang sampah ke tempat itu," tuturnya. Padahal kata gubernur, tepat di bawah lokasi Tempat Pembuangan Sampah (TPS) tersebut, terdapat permukiman warga. Sehingga jika terjadi longsor sudah diprediksi akan menghantam warga yang tinggal di bawah lokasi TPS. Namun sebelumnya, lurah dan camat sempat berencana membuat bronjong untuk mengantisipasi longsor. Dalam kesempatan itu, Danny meminta agar kepala desa setempat segera memindahkan TPS sementara yang berada di bawah perkampungan. (150) Post Date : 03 Maret 2005 |