|
BAU tidak sedap kembali menyebar di Kota Bandung. Sejak sepekan terakhir, Ibu Kota Jawa Barat ini kembali dipenuhi sampah-sampah yang menggunung karena tidak terangkut. Untuk ke sekian kalinya, sampah kembali membuat pusing warga kota. Banyaknya sampah yang tidak terangkut ini membuat warga berang karena pemerintah kota hingga saat ini belum juga mengambil tindakan. Padahal, bau yang tidak sedap tercium di mana-mana, bahkan hingga ke pusat kota sekalipun. Tidak hanya di kawasan permukiman, di mal-mal, pusat keramaian kota, pasar, tempat wisata, taman kota, dan berbagai tempat lainnya, gunungan sampah menjadi pemandangan yang lazim terlihat. Masyarakat sendiri sudah bosan melihat kondisi seperti ini hingga mereka apatis terhadap tindakan pemerintah kota. ''Buat saya, sampah yang menggunung itu sudah biasa. Bagi kita, kondisi seperti itu sudah menjadi bagian dari wajah kota. Bandung kita kan sudah menjadi lautan sampah, jadi tidak perlu heran lagi,'' ujar Ruchyat, 54, warga Jl Situ Aksan, Bandung. Persoalan ini bermula dari berakhirnya masa kontrak tempat pembuangan sampah akhir (TPA) di Jelekong, Kabupaten Bandung, pada 30 Desember 2005. Akibatnya, kini Kota Bandung tidak lagi mempunyai TPA. ''Sejak Januari 2006, Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung tidak bisa membuang sampah ke TPA Jelekong, Bale Endah, Kabupaten Bandung, karena masa kontraknya sudah habis. Praktis, sejak saat itu tidak ada sampah yang bisa diangkut, karena tidak ada TPA," ungkap Dirut PD Kebersihan Awan Gumelar, Rabu (4/1). Sedangkan TPA Leuwigajah yang tadinya merupakan TPA utama kini tidak lagi digunakan sejak TPA tersebut longsor dan menelan banyak korban tahun lalu. Sampah menggunung di 148 lokasi tempat pembuangan sementara (TPS). Sebagian dari produk sampah kota yang sehari mencapai 7.500 meter kubik, juga bertumpuk di roda-roda sampah, di lingkungan perumahan. Gunung sampah, bukan pertama kalinya terjadi di Bandung. Setelah Februari 2005, usai TPA Leuwigajah longsor, tumpukan sampah yang mengganggu karena tidak terangkut mulai menjadi masalah. April 2005, masalah sampah itu bisa diatasi, setelah tiga TPA pengganti, TPA Jelekong, TPA Cicabe, Ujung Berung, Kota Bandung dan TPA Pasir Impun, Arcamanik, Kota Bandung digunakan. Sampai akhir 2005, TPA Jelekong masih tetap jadi andalan, menyusul daya tampung TPA Cicabe dan TPA Pasir Impun yang sudah melebihi kapasitas. Persoalan pun muncul, ketika masa kontrak TPA Jelekong berakhir 31 Desember 2005 lalu. Upaya memperpanjang kontrak terhalang masyarakat setempat, yang menentang penggunaan kembali TPA Jelekong karena kehadirannya malah mengganggu warga. Bahkan, ketika kontrak itu berakhir, masyarakat langsung melakukan syukuran. ''Kami langsung melakukan syukuran karena sumber penyakit bagi warga sudah ditutup,'' ujar Freda, 32, warga Ciparay yang berdekatan dengan TPA tersebut. Mencari solusi Dalam kondisi normal dan terangkut, kemampuan PD Kebersihan mengangkut sampah hanya mencapai 5.000 meter kubik. Setiap harinya, sekitar 2.500 meter kubik sampah tidak terangkut, karena total sampah yang dihasilkan kota ini mencapai 7.500 meter kubik. Wali Kota Bandung Dada Rosada memang sudah mencoba mengantisipasi masalah itu. Lahan seluas 56 hektare di Desa Citatah, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung, siap dibeli dan digunakan. Namun, Departemen Lingkungan Hidup belum memberikan izin penggunaan lahan tersebut, sekalipun sudah dua kali Pemerintah Kota Bandung mengirim permohonan. Masalahnya, departemen itu belum mendapat hasil penelitian analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). "Surat yang kedua, saya dan Ketua DPRD Kota Bandung Husni Muttaqien meminta Menteri Lingkungan Hidup memberi rekomendasi lahan di Citatah digunakan sebagai TPA darurat, tanpa harus menunggu amdal. Saya minta maaf pada warga, karena sampai saat ini belum ada jawaban dari menteri," tuturnya, Selasa (3/1). Karena tidak bisa menunggu lebih lama lagi, Pemkot Bandung pun melirik kembali TPA Cicabe yang sebenarnya sudah ditutup. Namun, masyarakat sekitar memberi 10 syarat sebelum mengizinkan TPA berkapasitas 1.000 meter kubik per hari itu digunakan. Dirut PD Kebersihan Awan Gumelar menuturkan lahan yang akan digunakan di Cicabe seluas 1,5 hektare. Lahan ini diperkirakan hanya akan bisa digunakan selama kurang dari empat bulan, jika dalam sehari bisa diangkut 2.000 meter kubik sampah. Pemerintah kota memang tidak tinggal diam, termasuk merencanakan pembuatan pengolahan sampah, bukan hanya tempat pembuangan. Namun, selama upaya itu masih belum direalisasikan, masyarakat tetap menginginkan penyelesaian yang permanen. Paling tidak, gunungan sampah tidak lagi terlihat di sudut-sudut kota. (Sugeng Sumaryadi/Eriez M Rizal/B-1). Post Date : 07 Januari 2006 |