|
JIKA 200 ribu saja warga Jakarta yang memiliki mobil pribadi menyempatkan diri bekerja di rumah satu hari dalam seminggu, biaya konsumsi BBM nasional bisa dihemat Rp2,6 triliun per tahun. Sementara itu, emisi gas buang yang bisa dikurangi mencapai 30 juta ton per tahun. Jumlah itu setara dengan menanam 30 juta pohon selama 30 tahun. Pencemaran udara dari industri dan kendaraan bermotor membuat ketidakseimbangan antara kecepatan membuang karbon dioksida (CO2) di udara dan produksi oksigen (O2) yang dilakukan oleh tumbuhan, seiring dengan banyaknya aksi penebangan hutan. Kebutuhan konsumsi kertas nasional sepanjang 2005 sebesar 5,6 juta ton telah menghabiskan 22,4 juta meter kubik kayu dari 640 ribu hektare (ha) hutan. Tak mengherankan apabila aktivitas penebangan hutan dan pembakaran lahan saat pembukaan hutan menyumbang 64% dari total emisi di Indonesia. Berbagai kejadian dan bencana alam yang menerpa penghuni bumi mulai dari banjir, tanah longsor, kemarau panjang, hingga berubahnya pola curah hujan merupakan panggilan alam yang mengingatkan manusia tentang kerusakan lingkungan yang harus dihadapi saat ini. Seruan untuk mereposisi diri dan mengubah perilaku terhadap lingkungan itulah yang diusung dalam peringatan Hari Bumi 2008. "Menyambut Hari Bumi tahun ini kita bertekad mengurangi emisi CO2 secara drastis dengan mengubah perilaku tidak ramah lingkungan yang selama ini kita lakukan. Karena itu, kegiatan yang simultan dan melibatkan seluruh warga masyarakat akan semakin gencar dilakukan," tutur Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar di sela-sela acara pembukaan Green Festival di Jakarta, Jumat (18/4). Hal itu terkait dengan upaya untuk mengurangi efek rumah kaca (ERK) yang disebabkan naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi CO2 itu disebabkan kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorpsinya. Menurut perkiraan, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu Bumi rata-rata 1-5°C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5 - 4,5°C pada 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan Bumi diserap atmosfer. Hal itu akan mengakibatkan suhu permukaan Bumi menjadi meningkat. Jeda tebang Sementara itu, dihubungi secara terpisah Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Chalid Muhammad mengatakan penyebab utama kehancuran lingkungan saat ini akibat monopoli kekuatan ekonomi, politik nasional, dan global di tangan pemilik modal yang berorientasi keuntungan materi semata. "Bencana ekologi yang terjadi saat ini merupakan buah dari rendahnya kualitas keputusan politik yang dikeluarkan pemerintah dan parlemen yang jarang sekali prolingkungan dan prorakyat," papar Chalid. Karena prihatin dengan pembabatan hutan nasional yang kini mencapai rata-rata 2 juta ha per tahun, tambah Chalid, Walhi pun mengampanyekan program jeda tebang minimal selama 15 tahun ke depan. "Hanya dengan jeda tebang inilah potensi hilangnya hutan alam di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua pada 2016 akan terhenti. Program ini harus menjadi keputusan nasional. Hal ini akan menjadi bagian dari upaya pemulihan lingkungan yang melibatkan pengawasan seluruh elemen masyarakat secara terbuka dan terkendali," tukas Chalid. Hari Bumi digagas pertama kalinya pada 1963 oleh anggota Senat Amerika Serikat (AS) Gaylord Nelson. Gagasan tersebut dijadikan momentum untuk mempelajari tentang bumi dan bagaimana memeliharanya. Rachmat mengatakan komitmen untuk melakukan pembangunan hijau, green development, pemerintah mulai didengungkan dengan program penanaman 2 miliar pohon di seluruh Tanah Air. Namun, partisipasi masyarakat adalah faktor terpenting yang akan menentukan tingkat keberhasilan pembangunan berwawasan lingkungan itu. "Membahasakan secara sederhana isu pemanasan global dan perubahan iklim merupakan upaya untuk menggugah kesadaran dan partisipasi segenap kelompok masyarakat guna meredam efek fenomena itu dalam kehidupan sehari-hari mereka," ujar Menteri LH. Lebih lanjut, Rachmat mengajak masyarakat untuk menyesuaikan pola kehidupan sehari-hari dengan perubahan iklim yang sudah terjadi. "Perilaku sederhana, seperti hemat energi dalam kehidupan sehari-hari akan berdampak langsung terhadap upaya menurunkan pemanasan global ini. Upaya ini bisa dimulai dari unit terkecil yakni diri sendiri, keluarga, dan harus dimulai sekarang," papar Rahmat. Jajang Sumantri/S-2 Post Date : 22 April 2008 |