|
KUNINGAN, (PR).Hingga saat ini masih banyak pengusaha air minum dalam kemasan (AMDK) yang mengambil air dari sumber mata air di wilayah Kab. Kuningan, namun proses produksi berada di luar Kuningan sehingga berdampak terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor itu. "Jika air itu langsung dikelola di daerah Kuningan, selain pendapatan asli daerah kemungkinan ada kenaikan, juga bisa menyerap tenaga kerja," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Kadisperindag) Kab. Kuningan, Drs. H. Kamil Ganda Permadi, M.M., Minggu (16/4) . Menurut kadisperindag, hingga saat ini masih dijumpai perusahaan di luar Kuningan yang mengambil air dari Kuningan, namun proses produksinya dilakukan di luar Kuningan. Jika hal itu terus dilakukan, kontribusinya bagi PAD jelas tidak akan pernah signifikan, karena apabila ditarik retribusi air jumlahnya hanya tak seberapa. Berbeda dengan apabila air itu dikelola di Kuningan, sudah dipastikan akan memberikan masukan bagi daerah yang lebih berarti. "Bila air dari sumber-sumber yang potensial itu dibawa dan diolah di luar daerah, berarti Kuningan sendiri cuma mendapatkan apa dari air tersebut," kata Kamil. Diakuinya, di Kuningan saat ini terdapat sekira 12 perusahaan AMDK dan isi ulang air minum yang terdaftar. Namun, ada beberapa di antaranya perusahaan isi ulang air minum yang perizinannya masih dalam proses. Ada pula perusahaan yang sebenarnya memiliki izin tetapi sedang tidak aktif. Sementara itu, Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan (SDAP) Kuningan hingga saat ini sangat membatasi penggunaan air bawah tanah. Selain di wilayah tersebut cukup banyak air permukaan dari sumber mata air, penggunaan air tanah yang berlebihan bisa mengakibatkan interusi (masuknya air laut ke daratan). "Saya termasuk alergi untuk pengambilan air bawah tanah. Oleh karenanya, sangat hati-hati untuk memberikan izin pemberdayaan air tanah," kata Kepala Dinas SDAP Kuningan, Ir. Abdul Khodir. Menurut Abdul Khodir, penggunaan air bawah tanah yang terus menerus atau jumlahnya terlalu banyak, dikhawatirkan akan mengakibatkan interusi, terutama di daerah yang posisinya lebih rendah. Mungkin, bagi Kuningan yang berada di dataran tinggi dialaminya belakangan, tapi daerah tetangga yang merupakan dataran rendah, apalagi dekat dengan laut akan terkena dampak lebih awal. Diakuinya, sampai saat ini belum ada lagi pengeluaran izin bagi pengambilan air bawah tanah. Kecuali untuk lingkungan pendidikan di Pondok Pesantren Husnul Khotimah Desa Manis Kidul Kecamatan Jalaksana. Walaupun diberikan izin, tidak ditarik retribusi karena merupakan untuk sarana pendidikan. Sementara, sejumlah industri air minum kemasan yang ada di Kuningan tidak ada yang menggunakan air bawah tanah, mereka memanfaatkan sumber mata air. (A-146) Post Date : 17 April 2006 |