|
Sore itu, sekelompok ibu mendatangi sebuah sumur di pinggir jalan Desa Cibingbin, Kecamatan Cibingbin, Kabupaten Kuningan. Mereka menenteng ember berukuran sedang serta membawa bekal handuk dan perlengkapan mandi. "Saban sore dan pagi, di sumur ini pasti ramai. Orang ngantre ambil air untuk mandi atau mencuci. Ada juga yang ngambil air untuk diminum, tapi tidak banyak," ujar seorang ibu yang sibuk menimba air di sumur itu. Semakin sore, ibu-ibu dan bapak-bapak yang datang ke sumur kian banyak. Mereka bersiap untuk mandi, menghapus keringat setelah seharian bekerja. Mereka mandi di dekat sumur itu. Sebab, sumur itu dikelilingi tembok setinggi 1 meter, berukuran 3 meter x 3 meter, dan beratapkan genteng sederhana. Jika warga mandi, posisinya harus berjongkok. Dengan sabar, warga desa secara bergantian memanfaatkan air dari dalam sumur. Air yang ditimba kemudian ditampung dalam bak kecil. "Sumur-sumur semacam ini banyak terdapat di Cibingbin dan ramai kalau musim kemarau. Soalnya, di rumah sumurnya sudah kering," kata Ruwendi (55) yang sedang mengantre untuk mandi. Para ibu itu datang membawa satu ember, yang nanti dibawa pulang dengan cara disunggi. Adapun kaum laki-laki yang mengambil air minimal membawa dua ember. Air dibawa dengan dipikul. Setidaknya jarak sumur ke rumah mereka sekitar 1 kilometer dan ditempuh dengan berjalan kaki. Warga Desa Cibingbin, Entip (50), mengeluhkan susahnya mendapatkan air di desanya saat musim kemarau. Warga selama ini bergantung pada air sumur dan sumber air dari gunung. Namun, saat kemarau, debit air dari gunung itu sangat kecil sehingga airnya yang dialirkan melalui selang dan pipa tidak bisa sampai ke rumah warga. Bahkan, air sungai juga mengering. Sebenarnya Kuningan yang terletak di kaki Gunung Ciremai ini tidak perlu risau akan kekurangan air. Sebab, setidaknya ada 157 mata air di sekitar Gunung Ciremai dengan debit air 50-300 liter per detik. Jumlah yang melimpah. Waduk Darma di Kecamatan Darma, Kabupaten Kuningan, pun sifatnya hanya menampung air hujan. Saat ini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Sebab, dari pantauan Kompas, volume air di waduk sangat sedikit. Bahkan, gundukan pulau-pulau kecil di tengah waduk semakin jelas terlihat. Diperkirakan volumenya saat ini kurang dari 17 juta meter kubik. Nasib lahan sawah Sementara itu, stok air di Waduk Ir H Djuanda Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, tahun ini relatif lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, sebagian petani di hilir irigasi, seperti di pesisir utara Kabupaten Karawang dan sebagian Indramayu, tetap kesulitan air. Data Biro Bina Operasi dan Konservasi Perum Jasa Tirta (PJT) II menunjukkan, berdasarkan neraca awal Juli 2008, jumlah air yang tersedia pada akhir 2008 diprediksi mencapai 4,832 miliar meter kubik. Angka itu jauh lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan air irigasi untuk sekitar 240.000 hektar sawah di Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu serta kebutuhan air baku minum dan industri yang total mencapai 3,1 miliar meter kubik. Menurut Kepala Biro Bina Operasi dan Konservasi PJT II Sutisna Pikrasaleh, jika situasi cuaca normal (sesuai dengan perkiraan), air akan mencukupi kebutuhan hingga akhir 2008. Selain dari aliran Sungai Citarum, sebagian kebutuhan air masih dipenuhi dari sumber air setempat, seperti Sungai Cibeet, Cikarang, dan Kalibekasi di Bekasi; Barugbug di Karawang; serta Cijengkol, Cimacan, Cigadung, dan Cipunagara di Kabupaten Subang, yang diperkirakan memasok sekitar 604 juta meter kubik. (Timbuktu Harthana/Mukhamad Kurniawan) Post Date : 28 Juli 2008 |