SEBUAH studi menge nai pemurnian air dari logam berat baru saja dirilis secara daring di Industrial & Engineering Chemistry Research, jurnal keluaran American Chemical So ciety, pekan lalu.
Dalam penelitian itu disebutkan, kulit pisang bermanfaat untuk menangkap timbal dan perunggu dalam air. Ini merupakan percobaan ke sekian kali terkait pemanfaatan kulit buah dalam pemurnian air.
Sebelumnya, sejumlah penelitian juga mengungkapkan ke gunaan sabut kelapa dan kulit kacang untuk menangkap logam berbahaya dalam air.
Misalnya, timbal dan perunggu yang kerap ditemukan dalam perairan yang tak jauh dari pertambangan, pabrik, dan lahan pertanian. Tentu saja, logam berat ini membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia.
Sejauh ini, upaya pemurnian air dalam skala besar banyak menggunakan material sintetis. Selain mahal, proses pembuatan material ini juga melibatkan zat kimia sehingga justru menghasilkan limbah beracun.
"Tapi kulit pisang ini harus diujikan dalam skala industri dulu," kata Gustavo Castro, kimiawan lingkungan di Univer sitas Negeri Sau Pauolo, Brasil, yang juga terlibat dalam penelitian tersebut.
Temuan ini, tentu saja memberikan kesegaran di antara isu kelangkaan air bersih saat Hari Air Dunia yang diperingati pada 22 Maret 2011.
Hemat Ide meneliti kulit pisang sebagai pemurni air diakui Castro datang dengan sederhana. "Aku sedang mengunyah pisang di rumah, dan memandangi kulitnya. Tiba-tiba saja merasa ingin berbuat sesuatu dengan kulit pisang itu," ujar Castro.
Apalagi selama ini kulit pisang dikenal bermanfaat untuk memoles perak dan sepatu kulit. Maka Castro dan koleganya ingin membuktikan apakah kulit pisang juga bisa berguna sebagai pemurni air.
Kata Castro, kulit pisang terdiri dari sejumlah nitrogen, sulfur, dan komponen organik seperti asam karbosilik. Asam inilah yang memiliki semacam energi negatif untuk menarik energi positif yang biasanya dimiliki logam berat dalam air.
Peneliti juga menemukan kulit pisang bekerja lebih baik dalam hal memurnikan air dari tembaga dan timbal, ketimbang material pemurni lainnya.
Dalam percobaan mereka, terbukti kulit pisang mampu menyerap logam barat di Sungai Parana Brasil.
Mereka merancang perangkat pemurni tersebut dari lapisan yang terdiri dari campuran kulit pisang basah dan kering.
Air dialirkan melalui lapisan itu, yang terjadi unsur logam berat `menempel' pada kulit . pisang. Sehingga air yang telah melewati kulit pisang terbukti tak lagi mengandung logam berat tersebut.
"Kapasitas ekstraksinya lebih baik dibandingkan sejumlah material sintetis yang dibuat dalam dekade terakhir," tegas Castro. Mereka juga mencatat bahwa alat pemurni yang terdiri dari lapisan kulit pisang itu da pat digunakan sampai 11 kali tanpa kehilangan komponen penarik logam berat.
Memang, sejauh ini material sintetis dapat digunakan lebih sering. Namun material alami seperti kulit pisang jauh lebih murah. Plus tidak membutuh kan bahan kimia saat proses pembuatannya.
"Langkah selanjutnya ialah mengaplikasikan material ini dalam skala industri. Tapi ja ngan dulu mencoba kulit pisang untuk memurnikan air yang ingin Anda minum," kata Cas tro memperingatkan.
Sebab, kulit pisang belum terbukti mampu menyerap po lutan selain timbal dan tembaga.
"Bisa jadi masih ada bahan bera cun lain dalam air," jelas Castro yang juga peneliti di Biosciences Institute di Botucatu, Brasil.
Peringatan Castro memang langsung merujuk pada rumah tangga yang kekurangan air bersih layak minum. Maklum, hal ini menjadi perhatian khu sus pada peringatan Hari Air Sedunia pada 22 Maret.
Coba saja tanyakan, air apa yang diminum warga perkotaan seperti Jakarta? Berapa banyak yang percaya diri minum air tanah yang dimasak? Melihat data Kementerian Kesehatan 2010, cuma 36,6% masyarakat Indonesia yang dapat mengakses air bersih, minimal 100 liter per orang per hari.
Jadi, kalau dihitung secara na sional, sebanyak 14% warga In donesia masih sulit mengakses air bersih, di bawah 20 liter per orang dalam sehari. Pada skala dunia, satu dari lima orang ke sulitan mengakses air bersih. SICA HARUM
Post Date : 23 Maret 2011
|