|
JAKARTA - Warga di sejumlah lokasi rawan air bersih di Jakarta Utara seperti di Kecamatan Penjaringan kecewa dengan kualitas air PAM yang buruk bahkan tak layak dikonsumsi. Kucuran air yang diterima masyarakat dari dua perusahaan air minum PT Times Pam Jaya dan PT Palija hanya bisa dinikmati mulai pukul 12 malam. Itupun volumenya sangat rendah. Terkadang kualitas air yang diterima warga juga berwarna coklat kehitam-hitaman dan terkadang tercampur tanah dan lumpur. "Terus terang, kita kecewa dengan pelayanan yang diberikan. Warga di Penjaringan hanya bisa menikmati air mulai pukul 12 malam, sementara di siang hari PAM mati samasekali," kata Camat Penjaringan Sulistianto pada dialog interaktif di Kecamatan Penjaringan, kemarin. Menanggapi keluhan warga ini, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, Vieky Very Ponto, yang hadir pada dialog itu menegaskan bahwa pihaknya sudah sering menerima keluhan warga semacam ini. "Jika masyarakat terus dirugikan dengan pelayanan air bersih oleh kedua perusahaan ini, masyarakat bisa memutuskan mitra (berlangganan) dengan perusahaan yang seringkali mengecewakan ataupun sering melakukan kesalahan." DPRD, katanya, sejauh ini sedang membuat Pansus (Panitia Khusus) guna merealisasikan dan menindaklanjuti keluhan masyarakat tentang hal ini. Menurut Vieke, masyarakat harus bersikap kritis dan jangan pasrah terhadap pelayanan perusahaan yang jelas-jelas mengecewakan. Keluhan serupa juga terjadi di Kelurahan Kali Baru Jakarta Utara. "Jangankan untuk diminum, bahkan untuk MCK saja, terkadang kita harus menyaring lagi," kata Usman, warga Kali Baru, kemarin. Kekecewaan masyarakat ini cukup beralasan, apalagi tarif air PAM setiap bulan yang harus mereka bayar terus membengkak. "Bayangkan saja, setiap bulan tak kurang dari Rp150.000 uang saya keluarkan untuk membayar tarif PAM. Tapi yang kita dapatkan justru tak sesuai dengan kualitas air yang diberikan." Menanggapi hal ini, sebelumnya External Relation and Communication Direktor PT TPJ Rhamses Simanjuntak mengakui buruknya kualitas air yang diterima masyarakat. Perusahaan ini memproduksi air secara fluktuatif akibat tingginya tingkat kekeruhan (turbidity) air baku yang diterima dari Perum Jasa Tirta II dan rendahnya kualitas air yang diterima. Menurutnya, air baku untuk pengolahan air TPJ yang bersumber dari Waduk Jatiluhur dialirkan melalui kanal terbuka sepanjang 70 km melintasi sejumlah sungai di daerah hulu (Purwakarta, Karawang, Cikarang, Cibinong, Bekasi, Citeureup dan Cibubur). Sepanjang Kali Bekasi, Kali Cibeet dan Kali Cikarang serta masuk Tarum Kanal Barat ( Kali Malang) tempat air baku Jatiluhur disalurkan menuju Jakarta. Lintasan sejumlah sungai ini, katanya, memungkinkan terjadinya polusi akibat limbah rumah tangga maupun industri yang bermuara ke kanal terbuka ini. Air baku ini, katanya, cenderung menurun kualitas dan kuantitas dalam musim kemarau karena adanya tumpukan sampah dan limbah yang mencemari air dipermukaan. Kecuali itu, katanya, berkurangnya curah hujan juga menyebabkan turunnya permukaan air sungai dan berpangaruh pada suplai air baku dari Perum Jasa Tirta II (PJT2) ke Instalasi Pengolahan Air (IPA) TPJ sehingga mengakibatkan air yang diolah dan didistribusikan ke pelanggan menjadi berkurang. (fit) Post Date : 24 Mei 2005 |