|
Jakarta, Kompas - Hingga separuh perjalanan program Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun 2015, kondisi air bersih dan sanitasi di Indonesia masih buruk. Ratusan juta penduduk berada di bawah ancaman diare akibat bakteri E coli yang mengontaminasi sumber air bersih. "Hampir 80 persen rumah tangga di perkotaan menggunakan septic tank untuk menampung tinja manusia. Apakah semuanya aman dan memenuhi syarat?" kata Pelaksana Tugas Deputi Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Syahrial Loetan, dalam Diskusi Kelangkaan Air Baku: Tantangan dalam Penyediaan Air Minum untuk Perkotaan di Jakarta, Selasa (20/3). Data Departemen Kesehatan menunjukkan, diare menjadi penyakit pembunuh kedua bayi di bawah lima tahun atau balita di Indonesia, setelah radang paru atau pneumonia. Kualitas air minum buruk menyebabkan 300 kasus diare per 1.000 penduduk. Sanitasi buruk dituding sebagai penyebab banyaknya kontaminasi bakteri E coli dalam air bersih yang dikonsumsi masyarakat. Bakteri E coli mengindikasikan adanya pencemaran tinja manusia. Kontaminasi terjadi pada air tanah yang banyak disedot penduduk di perkotaan, dan sungai yang menjadi sumber air baku di PDAM pun tercemar bakteri ini. Di Jakarta, hasil penelitian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta menunjukkan, 80 persen sampel air tanah dari 75 kelurahan memiliki kadar E coli dan fecal coli melebihi ambang batas. Hanya empat bulan, kadar E coli meningkat tujuh persen dari 61 persen pada Juni 2006. "78 persen sungai di Jakarta tercemar berat bakteri E coli dari 68 titik pemantauan," kata Kepala BPLHD Provinsi DKI Jakarta Budirama Natakusumah. Rencananya, Pemerintah DKI Jakarta akan membangun sistem pengolahan air limbah komunal, khususnya di kawasan Muhammad Husni Thamrin. Tujuannya, kandungan kontaminan dapat diolah di satu titik. Rencana aksi Rencana aksi penyediaan air bersih yang sedang digagas, di antaranya oleh Departemen Pekerjaan Umum, adalah pembangunan sarana air bersih berkapasitas 10.000 liter per detik yang cakupannya setara untuk 6,7 juta jiwa, ujar Direktur Jenderal Cipta Karya Agoes Widjanarko. Bersama Bank Dunia juga akan dibangun sarana air bersih dan sanitasi dalam Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat, khusus untuk 5.000 desa. Laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) mengenai status pencapaian Tujuan Pembangunan Manusia atau MDG di Indonesia mengalami kemunduran. Pada tahun 2015, MDG mencanangkan 69 persen penduduk Indonesia dapat mengakses air minum yang layak dan 72,5 persen memperoleh layanan sanitasi yang memadai. Faktanya, hanya 18 persen penduduk yang memiliki akses ke sumber air minum dan sekitar 45 persen mengakses sarana sanitasi memadai. "Untuk mencapainya bukan hanya pekerjaan pemerintah, tetapi semua pihak harus terlibat," kata Duta Besar Khusus PBB bagi MDG di Asia Pasifik Erna Witoelar. (GSA) Post Date : 21 Maret 2007 |