Kualitas air Sungai Musi sebagai air baku untuk kebutuhan sumber air minum dan air bersih di Palembang kini semakin buruk. Buruknya kualitas air Musi ini sebagai akibat banyaknya pembuangan air limbah dari berbagai pabrik dan yang paling banyak pencemaran air Musi akibat tinja manusia.
Kebiasan buruk, khususnya masyarakat Palembang untuk membuang tinja di Sungai Musi terutama mereka yang tinggal dibantaran Musi masih belum berkurang, kendati himbauan dari pemerintah untuk tidak membuang tinja di Musi terus dilakukan. kondisi ini semakin memperburuk kualitas air sungai Musi.
Menurut Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumatera Selatan, Ahmad Najib kepada Jurnal Nasional di kantornya akhir pekan lalu, semakin tingginya tingkat pencemaran yang berlangsung terus menerus mengakibatkan kondisi kualitas air Sungai Musi semakin menurun. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumsel 2008-2010, saat ini air sungai musi tergolong dalam kelas II dan III.
Berdasarkan hasil pengambilan sample air yang dihitung menggunakan metode store, yakni sebuah metode yang dilaksanakan dengan cara mengambil sampel air di 18 titik yang membentang dari hulu ke hilir dengan jarak 750 KM, tepatnya dari Empat Lawang hingga Selat Bangka yang berjarak masing-masing 200 meter dari daratan.
Hasilnya, menurut dia air sungai Musi tergolong tercemar dan berada di kelas II dan III. "Yang harus diketahui, ada empat kelas kualitas air. Yakni kualitas I yang layak untuk air minum, kualitas II yang terbilang air bersih yang harus dikelola, kelas III air yang layak untuk perikanan, dan kualitas IV yang masih bisa dimanfaatkan untuk pertanian," jelasnya.
Mantan Kepala Dinas Perhubungan Sumsel ini menambahkan intinya Sungai Musi sudah tercemar, dan jika dibiarkan dan tidak dilakukan perbaikan pola dan prilaku manusia yang hidup di muara Sungai Musi maka dikhawatirkan kualitas air Sungai Musi akan terus menurun. "Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, itu sebabnya harus dilakukan berbagai cara untuk menimbulkan kesadaran kepada warga yang tinggal ditepian Sungai Musi," ujarnya didampingi staf ahli BLH yang ikut melakukan penelitihan.
Ia mengatakan limbah rumah tangga mulai dari sampah, kotoran manusia hingga detergen menjadi pemicu utama untuk aliran sungai Musi yang mengaliri Kota Palembang. Selain itu di muara sungai musi banyak terdapat pertanian dan perkebunan karet yang membuang limbah kimia. Tak hanya itu banyak masyarakat yang mencuci atau membuang pengendali hama ke aliran sungai.
"Kebiasaan ini yang harus diperhatikan dan dihentikan supaya tidak terjadi kembali, menimbulkan kesadaran memang tidak mudah tapi harus dilakukan jika kita tidak ingin kehilangan sumber air di Sumsel," tegasnya.
Lebih lanjut ia mengatakan, menjelang hari lingkungan hidup yang akan berlangsung tidak lama lagi, maka BLH mengajak seluruh masyarakat mengkampanyekan untuk menjaga lingkungan hidup.
"Ada banyak cara untuk menjaga lingkungan seperti menghemat daya pendingin ruangan (AC), menghemat listrik, membuang sampah pada tempatnya dan melakukan penanaman pohon. Selain itu kami juga berupaya untuk segera memasang alat kualitas air, dengan harapan masyarakat awam pun bisa melihat kondisi pencemaran air di Sungai Musi," jelasnya.
Dia menambahkan, BLH Sumsel tengah berupaya untuk mendapatkan bantuan pemerintah pusat untuk membangun toilet terapung. "Nantinya toilet tersebut berada di atas air, namun buangannya tidak langsung ke air, melainkan dioleh dengan teknologi tinggi sehingga tidak menjadi limbah poli tinja atau poli pom yang menjadi salah satu penyebab pencemaran," katanya. Ida Syahrul
Post Date : 30 Mei 2011
|