|
Jakarta, Kompas - Kualitas air sungai di Papua terdeteksi mulai memburuk. Selain limbah tambang, hal itu juga disebabkan faktor alam dan ternak. Di Papua, pemantauan dilakukan di Sungai Mamberamo dan Sungai Sentani. ”Sungai Aijkwa di Freeport tidak masuk karena telah menjadi kasus dan dilakukan pengamatan tersendiri. Kalau pemantauan status lingkungan, tetap dilakukan, baik ada maupun tidak ada,” kata Deputi Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas Henry Bastaman, di Jakarta, Sabtu (7/4). Fadli Ardianto, analis lingkungan dari Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Mamberamo Tengah mengatakan, hasil uji laboratorium tahun 2011, Sungai Mamberamo di wilayah hulu tercemar mineral besi (Fe) dan bakteri Escherichia coli. ”Kami sudah meminta Menteri Lingkungan Hidup membantu pengolah air,” ucapnya. Mineral besi di beberapa titik pantau mencapai 0,5–0,8 miligram per liter, lebih tinggi dari ambang batas 0,3 miligram per liter. Sementara E coli ditemukan 22 MPN per 100 mililiter. Tingginya kadar Fe merupakan kondisi alami sungai. Kandungan besi terlalu tinggi membahayakan fungsi ginjal dan gangguan kesehatan lain. Terkait E coli, sumbernya diduga dari kebiasaan memelihara ternak babi di sepanjang sungai. ”Menyebabkan banyak kasus diare di Papua. Kami hanya bisa menganjurkan warga jangan mengonsumsi air sungai, lebih baik pakai air hujan,” ucapnya. Bagi beberapa warga, air mineral kemasan menjadi pilihan utama. Namun, karena di pegunungan, harga air minum kemasan isi 1,5 liter mencapai Rp 25.000. Akibat buruknya kualitas air di Papua, status lingkungan hidup Papua tahun 2011 turun ke peringkat dua, di bawah Sulawesi Utara. Status tutupan lahan dan kualitas udara masih baik. Gambaran umum Berdasarkan pemantauan 52 sungai oleh 33 badan lingkungan hidup provinsi tahun 2011, pencemaran di 30 persen sungai cenderung meningkat. Tahun 2010, pemantauan pada 46 sungai. Limbah domestik dan limbah tambang menjadi sumber utama pencemaran sungai-sungai di Indonesia. ”Statusnya dari cemar sedang hingga cemar berat,” kata Henry. Menurut dia, sungai di wilayah Indonesia bagian timur terus terdampak aktivitas pertambangan, seperti di Maluku dan Papua. ”Temuan ini harus jadi peringatan bahwa hasil usaha sekarang masih bermasalah. Sekarang kami konsentrasi di Sungai Citarum dan Ciliwung, tetapi di timur ada kecenderungan kerusakan serupa. Jangan biarkan kerusakan terus terjadi di timur,” ucapnya. Air sungai dan lingkungannya saat ini kian dibebani tekanan usaha atau kegiatan yang limbahnya dibuang begitu saja ke lingkungan. Bahkan, Papua yang menjadi benteng terakhir perlindungan kualitas lingkungan di Indonesia tak dapat dipertahankan lagi. Lebih lanjut, temuan berdasarkan pemantauan itu akan disampaikan kepada pemerintah daerah agar segera diatasi dengan berbagai kebijakan. Selain itu, pencemaran ini sedang ditelisik kepastian sumbernya. Kalau menjadi kasus, dilakukan proses hukum. (ICH) Post Date : 09 April 2012 |