BEKASI, (PR).- aKrisis air tanah mengancam warga Kota Bekasi. Pasalnya, pembukaan lahan untuk pembangunan perumahan dan pusat perbelanjaan semakin pesat dilakukan pada sejumlah wilayah di Kota Bekasi. Sementara upaya penyelamatan air tanah belum dilakukan secara maksimal.
Kepala Badan Pengawas Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Bekasi, Dudy Setiabudhi, Selasa (11/8), menyebutkan saat ini kawasan Bekasi Utara dan Kranji merupakan contoh daerah yang terancam kekurangan air. Alasannya, di daerah itu pembangunan perumahan serta industri berjalan sangat pesat. "Sebagian besar fasilitas industri dan perumahan yang baru berdiri itu memanfaatkan air tanah," katanya.
Ia mengatakan, pengawasan terhadap pemilik industri serta pengembang perumahan telah dilakukan. Namun, hal itu tidak menjamin kelestarian cadangan air tanah. Menurut Dudy, masih ada industri maupun pengembang perumahan yang tidak transparan dalam melaporkan pemanfaatan air tanah mereka.
Di Karawang
Sementara itu, sebanyak enam kecamatan di wilayah Pantai Utara (Pantura) Kab. Karawang mengalami krisis air bersih. Pasalnya, sumber air dari sumur warga dinilai tidak layak dikonsumsi karena berwarna kekuning-kuningan dan berasa asin. Masyarakat memilih membeli air bersih setiap seminggu sekali.
Cining (51), warga Dusun Jamantri III RT 13 RW 05, Desa Sabajaya, Kec. Tirtajaya, mengaku selalu membeli air bersih sebanyak sepuluh jeriken selama seminggu, dengan harga Rp 2.000,00 setiap jerikennya.
"Air itu saya pakai untuk masak dan minum saja," kata dia, Selasa (11/8). Sementara, untuk mandi dan mencuci, Cining terpaksa masih mengandalkan air sumur yang berwarna kuning dan asin itu.
Krisis air bersih juga terjadi di empat kampung di Desa Wanakerta, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang. Pasalnya, Sungai Cibeet yang dijadikan sumber air oleh warga diduga dicemari pembuangan limbah cair dari pabrik. Meski demikian, mereka tetap memanfaatkan air sungai untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus. (A-155/A-153)
Post Date : 12 Agustus 2009
|