Krisis Air Minum di Bali Timur

Sumber:Kompas - 31 Juli 2008
Kategori:Air Minum

Kadek Supartini bergegas ke hilir seolah akan pulang ke rumah setelah menimba air. Namun, gadis cilik berusia 11 tahun itu sebenarnya hanya bisa menenteng segayung air di dasar embernya.

Di alur sungai kering Tukad (Sungai) Hitam di Banjar Kangin, Desa Seraya Timur, Kecamatan Seraya, Kabupaten Karangasem, di ujung Timur Pulau Bali, Selasa (29/7) siang, anak remaja dan orangtua bersusah payah mengumpulkan tetes dan rembesan air untuk memenuhi kebutuhan air minum mereka. Desa Banjar Kangin ini jaraknya sekitar 20 kilometer sebelah timur Amlapura, kota Kabupaten Karangasem, atau sekitar 110 km dari Denpasar, Bali.

Kekeringan terlihat dampaknya di Pulau Dewata sejak pekan ketiga Juni. Ribuan warga dua kecamatan bertetangga–Seraya dan Kubu–sejak sebulan lalu mengeluh kesulitan air minum. Maklum, sebagian besar wilayah Kecamatan Seraya dan Kubu berada di lereng gunung dan bukit tandus. Tumpuan hidup warga umumnya bergantung pada lahan kering yang ditanami jagung dan tanaman perdagangan, seperti jambu mete. Keadaan itu jauh berbeda dengan kawasan Bali lainnya, terutama di daerah selatan dan barat, yang rata-rata berlahan basah, subur, serta berlimpah air.

”Saya belum pulang, tunggu sampai ember penuh. Kalau mau timba air di sini tidak bisa tunggu di satu tempat, harus pindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain biar ember cepat penuh,” ujar Supartini, siswa kelas IV sekolah dasar itu.

Hari itu ia tidak pergi ke sekolah karena badannya demam. Namun, ia tetap ke Tukad Hitam guna mencari air. ”Walaupun sakit, saya harus ikut bantu orangtua mencari air. Kami di sini sekarang sulit dapat air,” kata anak kedua—dari tiga bersaudara—pasangan I Nengah Suwela dan Ni Wayan Sulandri asal Banjar Tukad Hitam itu.

Bocah lain, Sulandri, tidak sendirian saat mencari air di Tukad Hitam. Ia bersama sejumlah warga lain dengan tujuan sama, menunggu rembesan air yang menetes pelan dan pelit melalui celah cadas. Mereka adalah ibunda Supartini, Ni Wayan Sulandri (37), Ni Wayan Resih (52), Ketut Reken (32), dan warga lainnya. Di sekitarnya terlihat sejumlah sapi menunggu kesempatan membasahi kerongkongan. Seperti yang dilakukan Supartini, memburu air dari satu titik ke titik lain merupakan kegiatan lazim di kalangan warga setempat.

Itu dilakukan karena rembesan air di satu mata air langsung habis dari ceruk tampungannya setelah diciduk satu atau dua gayung. Sambil menunggu genangan kecil baru, warga harus berpindah ke titik lain, siapa tahu air tampungan sudah cukup untuk ditimba. ”Untuk mendapatkan air hingga ember penuh (sebanyak lima liter), warga harus menunggu sekitar satu jam. Selama itu mereka harus berpindah-pindah untuk menimba air dari satu titik ke titik lain,” kata Ketut Reken, yang ikut memburu air di Tukad Hitam.

Ketut Reken mengisahkan, kalau musim hujan, alur Tukad Hitam selalu mengantarkan banjir dan tak jarang mengancam perkampungan di sekitarnya. Namun, alur sungai yang berhulu di Gunung Parung itu kini mengering setelah tiga pekan hujan berhenti.

Bupati Karangasem I Wayan Geredeg mengatakan, untuk meringankan beban warga Pemkab Karangasem melalui Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) setempat setiap hari mengedrop air bersih 16-20 tangki berkapasitas 2.500-3.000 liter per tangki secara gratis (Kompas, 26/7).

Selasa siang, setidaknya dua mobil tangki menyalurkan air untuk warga Seraya dan Kubu. Namun, air bantuan itu jauh dari cukup. Sejumlah warga di Desa Seraya, Seraya Timur, dan Banjar Kangin mengaku belum pernah memperoleh air bantuan pemerintah. Selama ini warga harus mencari air di sungai,” ujar I Nengah Diantem (40), warga Banjar Dogading, Seraya. Ia sedang dalam perjalanan pulang dari mengambil air di Tukad Sakua, 4 km dari rumahnya.

Pengakuan senada dilontarkan Ketut Reken, Ni Wayan Sulandri, dan sejumlah warga di Banjar Kangin, Seraya Timur, desa yang bertetangga rapat dengan Seraya. ”Sudah hampir dua bulan kami kesulitan air minum. Dan, belum sekali pun dapat bantuan air minum dari PDAM Karangasem,” kata Ketut Reken sambil mengeluh bagaimana harus memberi minum tiga sapi miliknya. Selama kemarau, sapi itu terpaksa diberi minum air kotor dan genangan yang tersisa.

Kawasan Seraya dan Kubu seharusnya sudah terbebas dari penderitaan kesulitan air bersih. Ini seiring pembangunan jaringan perpipaan PDAM Karangasem yang mengalirkan air dari Tirta Gangga, sumber air berdebit tinggi di sekitar hulu Amlapura, kota Kabupaten Karangasem. Jaringan pipa telah menembus hingga perkampungan tahun 1989. Jaringan pipa sudah tersambung hingga Desa Seraya, dan Desa Seraya Timur, termasuk di Banjar Kangin dan Banjar Tukad Hitam. Namun, sampai kini air tidak pernah mengalir. FRANS SARONG



Post Date : 31 Juli 2008