Krisis Air Masuk Tahap Genting

Sumber:Sinar Harapan - 15 Oktober 2008
Kategori:Air Minum

Jakarta – Departemen PU menargetkan PDAM untuk menekan angka kebocoran kehilangan air hingga mencapai 20 persen. Selama ini, kebocoran fisik dan manajemen telah mencapai di atas 40 persen atau sekitar 45 persen. Dari sisi pasokan dan penyediaan air bersih, krisis air bersih sudah masuk tahap genting, karena satu dari empat penduduk dunia kekurangan air bersih.

Demikian kesimpulan yang terungkap dalam Seminar Tambahan 10 Juta Sambungan Air Minum di Jakarta, Rabu (15/10), yang diselenggarakan Harian Umum Sinar Harapan dan Perpamsi. Tampil sebagai pembicara Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto dan Dr Sutopo Purwo Nugroho dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Menurut Djoko Kirmanto, pihaknya optimistis tambahan 10 juta sambungan air minum dapat tercapai dan ditargetkan sampai dengan tahun 2013. “Yang ada saat ini 7,1 juta unit dan sekarang harus ditambah 10 juta. Satu juta sambungan untuk rumah-rumah akan kita genjot dengan menggunakan sistem kapasitas yang ada sehingga setidaknya bisa melayani lima juta penduduk indonesia. Hal itu akan dilaksanakan pada tahun 2009-2010,” jelas Joko.

Alternatif sumber dan pembiayaan akan menggunakan dana internal dari PDAM, pinjaman perbankan, pola trade credit, pola KPS maupun obligasi. “Anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp 82 triliun. Namun setiap alternatif perlu dikaji kesesuaiannya dengan kondisi setiap PDAM,” ujarnya.

Joko menganjurkan PDAM memberikan tarif progresif untuk masyarakat miskin, berupa pro subsidi dari masyarakat kaya kepada yang miskin. Masyarakat miskin di pedesaan, katanya selain menerima subsidi, pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan memberi layanan khusus dari APBN dan APBD.

Selain itu, Joko mengimbau PDAM bisa melayani masyarakat secara baik, jangan membebani yang cakupannya (coverage) masih di bawah 80 persen. “Pemerintah kabupaten kota membebaskan kewajiban menyetor PAD bagi PDAM yang masih belum mampu melayani 80 persen masyarakat di wilayahnya,” ujar Joko. Dirinya menambahkan fokus peningkatan pelayanan air minum saat ini selain diarahkan pada satu juta sambungan rumah, juga upaya penyehatan PDAM dan restrukturisasi utang PDAM termasuk penghapusan utang non-pokok. “Yang mestinya untuk pembayaran utang pokok lebih baik untuk investasi. Kalau PDAM sehat dan profesional, harapan kita pelayanan kepada masyarakat pasti lebih baik,” tandas Joko.

Pada kesempatan yang sama ketua DPP Perpamsi Saiful Anang mengatakan, hingga saat ini PDAM terlilit utang mencapai lebih dari lima triliun rupiah. Sebanyak Rp 3,1 triliun utang non-pokok telah dihapus. “Sejak 10 tahun yang lalu PDAM sudah meminta keringanan,” katanya.

Krisis Air

Pembicara dari BPPT Dr Sutopo Purwo Nugroho menyatakan bahwa kebutuhan air dari waktu ke waktu akan terus meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk dunia dan segala aktivitasnya. Namun ironisnya, jika ditinjau dari segi pasokan, jumlah yang mampu disediakan justru lebih kecil dari kebutuhan sehingga terjadi kekurangan pasokan.

“Sebenarnya, krisis air memang sudah masuk dalam tahap genting. Saat ini diperkirakan satu dari empat orang di dunia mengalami kekurangan air minum, dan satu dari tiga orang tidak mendapatkan sarana sanitasi yang layak,” papar Sutopo.

Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa menjelang tahun 2025, sepertiga populasi dunia atau 2,7 miliar orang akan menghadapi krisis air dalam tingkat yang parah. Dan kondisi ini akan semakin parah dan puncaknya pada tahun 2050 diperkirakan dua pertiga penduduk dunia akan mengalami krisis air jika hal ini tak segera ditanggulangi.

Untuk Indonesia, khususnya Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, neraca air sudah mengalami defisit karena ketersediaan air lebih sedikit dari jumlah kebutuhannya akibat menurunnya potensi pasokan. Seperti di Pulau Jawa, pada tahun 1930 pasokan airnya bisa mencapai 4.700 meter kubik per kapita per tahun, tapi saat ini po-tensinya menurun sepertiganya menjadi 1.500 meter kubik saja.

“Nanti di tahun 2020 diperkirakan total potensinya tinggal 1.200 meter kubik saja. Dan parahnya, dari jumlah itu hanya 35 % seja yang layak dikelola itu berarti potensi yang nyata hanya 400 meter kubik per kapita,” ujar Sutopo.

Sutopo juga menyatakan bahwa hasil studi tentang air baku di 23 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa ada tiga masalah utama dalam persedian air baku ini. Masalah pertama menyangkut debit yang terus menurun, masalah kedua menyangkut kualitasnya yang juga menurun dan masalah terakhir adalah parahnya kondisi daerah aliran sungai (DAS) yang mempengaruhi kedua komponen di atas. “Permasalahan ini yang selalu dihadapi 70% PDAM di Indonesia,” paparnya. (rid/wib)



Post Date : 15 Oktober 2008