KINI wano ae dah beubah. Dulu meah, kini dah putih. Itulah ungkapan masyarakat Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau baru-baru ini. Pengakuan disertai sorot mata yang berbinar-binar itu terjadi lantaran masyarakat kini tidak lagi harus menggantungkan diri pada air hujan untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari. Bisa dibayangkan, warga yang kabupatennya termasuk terkaya di Tanah Air ini ternyata masih mengalami kesulitan air bersih untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari seperti untuk minum dan memasak.
Dengan diresmikannya penggunaan sebuah perangkat penjernih air hasil kerja sama antara Asia Pulp and Paper (APP) dan LIPI pada Senin, (28/1), maka kebutuhan hidup warga sekitar terhadap kebutuhan utama hidup tersebut sudah tercukupi. Masyarakat pun tidak perlu lagi bersusah payah menadah air hujan yang turunnya pun tidak setiap hari.
Jauhari Amin, seorang warga yang ditemui Jurnal Nasional mengaku dia bersama keluarga sangat bersyukur dengan kehadiran alat penjernih air tersebut. Jauhari bersama warga masyarakat lainnya terpaksa merogoh kocek yang cukup dalam jika hujan tidak kunjung turun untuk ditampung airnya. Kebutuhan air bersih terpaksa ditutupi dengan cara membeli air bersih kemasan isi ulang seharga Rp7.000-8.000 setiap galon yang berisi 19 liter. "Ya kalau hujan tak tuun-tuun (turun-turun) tepaksa kami beli yang isi ulang. Haganya antara tujuh, delapan ibu (ribu)," kata Jauhari.
Jauhari berharap bersar perhatian serupa tidak hanya dari swasta melalui program CSR saja. Putra asli daerah setempat itu berharap penuh agar pemerintah daerah baik kabupaten maupun provinsi mau memerhatikan kebutuhan pokok untuk hidup masyarakatnya. Kondisi air yang berwarna merah dan tidak layak dikonsumsi di lokasi itu, sudah berlangsung sejak sangat lama. "Mungkin sudah sejak nenek moyang kami. Ya mau gimana lagi, tak ada manusia yang tak butuh ae, tepaksalah kami beli," katanya menegaskan.
Sekertaris Eksekutif LIPI, Ignasius D A Sutapa menyebutkan untuk membuat sebuah perangkat fisik penjernih air pada kawasan gambut tidaklah membutuhkan dana yang terlalu besar. Kisaran Rp150-200 juta sudah bisa menghadirkan kebutuhan masyarakat Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau yang selama ini mereka diidam-idamkan. "Untuk harga per unit ini tidak bisa dipukul rata sama. Masing-masing tempat bervariasi. Untuk yang di Tanjung Leban ini bangunan fisiknya saja sekitar seratus lima puluh sampai dua ratus juta rupiah," kata Ignasius.
Setelah alat ada, seluruh proses operasi dari alat tersebut bisa langsung dilakukan oleh penduduk sekitar. Sehingga, tidak dibutuhkan dana untuk menggaji operator dari luar warga setempat. Sebab, untuk mengoperasikan alat tersebut hanya dibutuhkan waktu beberapa jam saja agar segala prosedur bisa dikuasai sang operator lokal. "Untuk men-training operator tidak terlalu sulit, cukup warga sekitar sini saja. Sehingga kan tidak perlu lagi menggaji tenaga dari luar daerah. Selain itu beberapa bahan pembersih air juga mudah diperoleh di sekitar sini, seperti arang batok kelapa, kapur tohor atau soda. Harganya pun sangat terjangkau bagi masyarakat," kata Ignasius.
Namun, Ignasius mengakui pembangunan satu unit alat penjernih air tersebut membutuhkan waktu tidak sebentar. Hal tersebut dibutuhkan jeda waktu sela sekitar satu bulan, agar fondasi yang berfungsi menahan seluruh komponen alat penjernih benar-benar kering sebelum menahan beban. "Kalau waktu pembuatannya memang sekitar tiga bulan juga. Karena kita harus menunggu fondasi itu benar-benar kering. Kalau tidak nanti cepat rusak, kalau fondasinya rusak akan berpengaruh pada alat-alat yang lain di atasnya juga. Yang pasti alat ini bisa menghasilkan air jernih siap masak sebanyak 3.600 liter setiap jam-nya. Artinya dalam waktu itu bisa dicukupi kebutuhan air bersih sebanyak lima ratus orang atau sekitar seratus kepala keluarga," katanya.
Direktur Corprate Affairs & Communications APP, Suhendra Wiriadinata mengatakan perusahaan sangat menyadari kebutuhan dasar masyarakat sekitar untuk hidup, yakni air bersih. Pemberian CSR tersebut merupakan salah satu wujud dari kepedulian pihaknya kepada masyarakat sekitar. "Kami menyadari masih banyak masyarakat di wilayah Indonesia yang masih tidak dapat mengakses air bersih secara berkelanjutan. Sejalan dengan Sustainability Roadmap kami dalam hal pengembangan dan kesejahteraan komunitas, APP telah sejak lama mendukung program penyediaan akses air bersih kepada komunitas di mana kami beroperasi. Pemasangan alat ini menjadi yang pertama untuk kegiatan serupa, dan memberikan akses untuk air bersih kepada ratusan masyakarat di area terpencil," kata Suhendra.
Suhendra menambahkan melalui penyaluran CSR terus berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat melalui kerja sama-kerja sama pemanfaatan teknologi tepat guna yang melibatkan institusi penelitian. "Proyek pengolahan air ini merupakan tahap pertama dari rencana jangka panjang untuk membangun konsep bio-village Cagar Biosfer GSK-BB di Provinsi Riau, Sumatera, di mana masyarakatnya didorong untuk secara sistematis mengelola kekayaan alam mereka secara berkelanjutan dan seimbang," kata Suhendra. Heri Arland
Post Date : 30 Januari 2013
|