Krisis Air di Tambora

Sumber:Kompas - 08 Juli 2012
Kategori:Air Minum

Mushala Nurul Qalbin (Cahaya Hati) terletak di RT 12 RW 5 Kelurahan Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat. Di mushala yang dibangun tahun 1972 itu terdapat sumur sedalam 2 meter yang persediaan airnya stabil meski musim kering meradang.

Sebulan belakangan, sumur tersebut menjadi andalan 150 warga RT 11, 12, dan 13 RW 5 Jembatan Lima setelah jaringan air Palyja nyaris tak mengucur di rumah mereka.

”Sudah sebulan ini kami kesulitan air. Air keluar mulai pukul 02.30 sampai pukul 04.00. Padahal biaya berlangganan kami naik drastis selama tiga bulan terakhir ini. Biasanya sebulan hanya Rp 56.000, sekarang Rp 546.000,” kata Yohana, seorang warga. Rumahnya dihuni 27 jiwa.

Hal serupa dialami anggota Dewan Kota Jakarta Barat, Cecep Hidayat. ”Tiga bulan sebelumnya saya biasa bayar air sekitar Rp 500.000-Rp 600.000, tapi setelah itu rata-rata tagihan setiap bulan mencapai Rp 1 juta,” kata Cecep sambil menunjukkan beberapa lembar bukti pembayaran, seperti halnya Yohana.

Dayat, warga lain mengaku, setiap pekan harus membeli air seharga Rp 100.000 dari kawasan Pekojan, Jakarta Barat.

Camat Tambora Isnawa Aji dan wakilnya, Ali Maulana, juga mengeluh. Menurut mereka, gara-gara air Palyja tidak lagi mengucur, bak-bak air di peturasan kantor kecamatan kosong sehingga mengakibatkan bau tidak sedap. Tanaman hias di sekitar kantor pun layu.

”Karena mulai jadi bahan cemoohan warga, akhirnya kami membeli air untuk menyiram tanaman dan membersihkan peturasan,” ucap Ali Maulana.

Hal senada disampaikan Lurah Jembatan Lima Hasanudin yang ditemui di mushala. ”Kami harus berhemat air untuk peturasan. Saya bahkan menyarankan para pegawai sebaiknya buang air di luar kantor,” kata Hasanudin.

Haji Tatang, pengelola mushala, khawatir jika kekeringan makin meluas tidak mustahil terjadi gesekan antarwarga karena berebut air. ”Sekarang saja kalau tidak pandai-pandai membuat jadwal mengisi air dengan adil, pengurus mushala bisa kena semprot warga,” kata Tatang.

Humas Palyja, Meyritha, mengakui kondisi ini. ”Suplai air dari Bendungan Jatiluhur menurun sekitar 15 persen. Demikian pula tekanan air. Pelanggan yang tinggal di ujung atau di wilayah berkontur tinggi seperti di kawasan Kecamatan Tambora sulit menerima kucuran air,” tutur Meyritha.

Meski demikian, Palyja akan berusaha mengatasi kasus yang terjadi di Tambora. (WINDORO ADI)



Post Date : 08 Juli 2012