|
AIR, air, dan aiiiiiiiirrr...! Hampir pasti, begitulah warga Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, akan menjerit jika kepada mereka diajukan pertanyaan, kebutuhan pokok apa yang paling mendesak saat ini. "Soalnya, air ledeng yang biasanya mengalir setiap hari, tiba-tiba hanya sekali saja dalam empat hari," kata Ny Fin Agoha, warga Sam Ratulangi, Kelapa Lima. Di Sam Ratulangi berderet rumah pejabat dan pensiunan pejabat teras di NTT. Meski mereka menyiapkan bak penampungan, kebutuhan akan air bersih tetap tidak memadai. Fin Agoha menuturkan, dalam setiap empat hari itu keluarganya juga terpaksa membeli air Rp 50.000 per tangki, sebagai cadangan. Tentu bisa dibayangkan, bagaimana kondisi di rumah warga kelas bawah yang tidak memiliki kemampuan cukup untuk membangun bak penampung. Krisis air ini dirasakan warga BTN Kolhua, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Kelapa Lima. Ratusan keluarga di sini belakangan ini amat menderita kesulitan mendapatkan air bersih. Inne Malehere Ratu, warga Blok S BTN Kolhua menuturkan, air ledeng kering selama tiga hari dan pada hari keempat baru mengalir selama satu atau dua jam. Selebihnya menyisakan stres. Air datang tidak tentu jamnya. Kadang keluar pagi, tetapi kadang tengah malam sampai subuh. "Malahan, dari pipa itu lebih banyak keluar angin daripada airnya. Meterannya jalan kencang, sekencang angin. Kami terpaksa membiarkan keran terus dibuka, karena masih ada tetesan air yang bisa digunakan," kata Inne. Kesulitan air memeras energi ekstra. Kalau air mengalir tengah malam sampai subuh, Inne dan suaminya harus begadang. Kalau air tidak bisa mengalir ke kamar mandi, karena tekanannya tidak kuat, keluarga ini harus mengambil wadah untuk menyimpan air dan kemudian diangkat ke kamar mandi. Jika air mengalir pagi, jam kerja menjadi seret. Musim kemarau yang panjang, dan sekarang menjelang bulan puncaknya, Oktober, krisis air semakin menjadi-jadi. Tidak heran kalau sekitar 50-an warga RT 04 RW 01, Kelurahan Namosain, Alak, mendatangi Kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kupang, Senin pagi, membawa jeriken, ember, dan kaleng air. Warga Namosain mengalami krisis air lebih parah dibanding warga di kelurahan lain di Kupang, karena mereka sudah empat bulan tidak mendapat air yang disuplai melalui jaringan pipa PDAM. Meski terdaftar sebagai pelanggan, dalam empat bulan itu mereka tidak dilayani, misalnya dengan air dari mobil tangki. "Kami sudah lelah mencari air. Selama ini mencari air dari sumur ke sumur yang ada airnya, tetapi belakangan ini debit airnya terus berkurang. Kami minta PDAM agar segera menyuplai air ke wilayah kami," kata Sofia Adoe, warga Namosain yang datang ke kantor PDAM bersama puluhan warga lainnya. Sama seperti Sofia, Louis Ndoen meminta jajaran PDAM memantau keadaan konsumennya yang kini krisis air baku. Pihak PDAM telah berlaku tidak adil terhadap pelanggan, karena ketika pelanggan terlambat membayar rekening langsung didenda, tetapi mereka juga menelantarkan pelanggannya. AIR dibutuhkan terutama agar organ tubuh dapat melangsungkan metabolisme, sistem asimilasi, menjaga keseimbangan, memperlancar proses pencernaan, melarutkan dan membuang racun dari ginjal, melarutkan sisa zat kimia dari tubuh, serta memperingan kerja ginjal. Kecukupan air menunjang kesehatan. Air bersih, baik untuk konsumsi, mandi, cuci dan kakus memang telah menjadi barang langka pada sepanjang musim kemarau ini di Kupang. Padahal, musim puncak kemarau baru akan terjadi pada Oktober mendatang. Ketar-ketir dan banyangan krisis air menghantui setiap warga. Tentu saja, masalah air bersih akan menjadi semakin parah jika tidak segera diantisipasi sejak sekarang. Apa tindakan PDAM Kupang, satu-satunya perusahaan jasa penyuplai air di sini, yang mengelola 22 sumber air? Kepala Bagian Humas dan Langganan PDAM Kupang Jusuf Kafrens Nope menjelaskan, krisis air bersih saat ini semakin parah karena faktor alam, yakni kemarau panjang ditambah perilaku buruk warga. Misalnya, di hulu Sungai Baumata telah dijadikan permukiman, dan pohon di banyak mata air ditebang. Dia berharap, memasuki bulan puncak kemarau yang akan berlangsung sepanjang Oktober, tidak terjadi bencana akibat kesulitan air bersih ini. Jika hal itu terjadi, hampir pasti, akan menimbulkan gejolak sosial yang sama gentingnya dengan masalah rawan pangan. Wah, seram juga kalau sudah muncul kekhawatiran di kalangan penyedia layanan jasa air bersih ini. Untuk mengantisipasi agar krisis air tidak berlanjut, kata Jusuf, pihaknya berupaya semaksimal mungkin untuk mengatasinya. Tetapi pihaknya tidak menjamin akan maksimal, karena debit air di 22 sumber tadi juga menurun. Menjelang akhir September, beberapa kelurahan seperti Naikoten, Naikolan, Kuanino, Fontein, Oebobo, Pasir Panjang, Alak, Namosain, Manutapen, Kelapa Lima, Sikumana, dan sekitar kompleks BTN Kolhua, sudah mengalami krisis air yang cukup serius. Jusuf menjelaskan kondisi, "Karena memang kondisi alam." Dalam kondisi normal, dari 22 sumber air tadi (10 sumur dan 12 mata air), hanya mampu menghasilkan 877.364,40 meter kubik air. Jika dikalkulasi dengan kebutuhan normal warga kota seluruhnya 1.147.500 meter kubik air per bulan saja, tetap masih kekurangan 270.136 meter kubik air. "Apalagi di musim kemarau ini, pasti akan tambah parah," kata Jusuf. Meski hampir seluruh 255.000 jiwa warga kota dilayani PDAM Kupang, sebenarnya perusahaan ini milik Kabupaten Kupang. Pemerintah Kota Kupang belum memiliki sendiri perusahaan pengelola air baku bagi warganya. Itu sebabnya, krisis air di kota ini selalu terjadi setiap tahun, dan terutama di musim kemarau. Pada tahun 1970-an hingga 1980-an, sebenarnya pernah dibangun banyak jebakan air di "kota karang" ini. Tetapi kini jebakan air itu tidak terawat. (PASCAL SB SAJU) Post Date : 05 Oktober 2004 |