|
SUMBER -- Ratusan Warga di Desa Bungko Lor, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, terpaksa menggunakan air kubangan untuk kebutuhan mandi, cuci, kakus (MCK). Hal itu menyusul ketiadaan aliran air PDAM ke desa tersebut sejak sebulan lalu akibat kekeringan. Berdasarkan pantauan Republika, air kubangan itu berada di dasar sungai yang mengaliri desa setempat, yakni Sungai Bengawan. Air kubangan tersebut sebenarnya sudah keruh dan berwarna hijau kekuning-kuningan. Selain airnya yang kotor, di sekitar kubangan itu juga banyak terdapat kotoran manusia. Pasalnya, warga setempat kerap menggunakan dasar sungai yang telah mongering tersebut untuk buang air besar. ''Kami terpaksa menggunakan air kubangan itu karena air ledeng sudah tidak mengalir lagi,'' tutur salah seorang warga setempat, Maesaroh (35 tahun), saat ditemui di Kapetakan, akhir pekan kemarin. Menurut Maesaroh, warga terpaksa menggunakan air kubangan itu karena tidak ada sumber air lain di desa tersebut. Air sumur milik warga kini tak dapat digunakan, kata dia, akibat intrusi air laut yang menyebabkan air berasa asin. Sedangkan menurut Kacung (30 tahun), air kubangan memang mengakibatkan tubuh menjadi gatal-gatal. Namun, lanjut dia, hal itu lebih baik jika dibandingkan tidak mandi dan buang hajat sama sekali. ''Kalau tubuh gatal, tinggal dikasih salep atau bedak saja,'' cetusnya. Mengenai kebutuhan minum sehari-hari, Kacung menerangkan, warga memperolehnya dari para penjual air keliling. Setiap jeriken berkapasitas 20 liter, sambung dia, diperoleh warga dengan membayar Rp 1.000. Saat dikonfirmasi, Dirut PDAM Kabupaten Cirebon, Nasiza Warnadi, membenarkan terhentinya pasokan air ledeng ke Kecamatan Kapetakan. Penyebabnya, kata dia, ketiadaan bahan baku air. Selama ini, kata Nasiza, PDAM Kabupaten Cirebon memperoleh pasokan bahan baku air dari Bendung Rentang, yang terletak di Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka. Namun sejak musim kemrau, pasokan dari bendung itu tak ada lagi. ''Air dari Bendung Rentang habis dijalan karena disedot oleh para petani,'' ujar Nasiza saat dihubungi Republika melalui telepon selulernya, Senin (21/8). Dari Kab Bandung dikabarkan, DPRD setempat akan mengajukan anggaran guna mengatasi persoalan krisis air bersih di beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung. Pengajuan anggaran tersebut akan dilakukan pada pembahasan APBD perubahan nanti. ''Krisis air bersih di Kabupaten Bandung sudah sangat parah. Makanya, diperlukan anggaran khusus untuk membuat sumur-sumur artesis di kecamatan-kecamatan yang mengalami krisis air bersih itu,'' kata Wakil Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bandung, Asep Anwar, kepada wartawan, Senin (21/8). Seperti diketahui sebelumnya, beberapa desa di beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung telah mengalami krisis air bersih sejak memasuki musim kemarau 2006. Sumur-sumur milik warga mengalami kekeringan. Sementara itu, permukaan air bawah tanah dangkal di Kota Bandung terus menurun. Ini terjadi karena kerusakan lingkungan dan penyerapan air oleh industri. Hal tersebut bisa mengakibatkan krisis air di Bandung pada 20 tahun mendatang. ''Penurunannya mencapai empat meter per tahun,'' ujar Kepala Pusat Lingkungan Geologi Departemen Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Achmad Djumarma, kepada wartawan, akhir pekan lalu. Achmad menjelaskan, penurunan itu berdasarkan penelitian yang dilakukannya di empat kawasan di Bandung. Yaitu, Rancaekek, Leuwigajah, Kebon Kawung dan Cikawao.(lis/ren/rfa ) Post Date : 22 Agustus 2006 |