Krisis Air Bersih Semakin Meluas

Sumber:Suara Pembaruan - 07 Juli 2008
Kategori:Air Minum

[CILACAP] Krisis air bersih dan kekeringan akibat kemarau semakin meluas di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Jateng) dan Kabupaten Kediri, Jawa Timur (Jatim).

"Sedikitnya 125 desa yang tersebar di tujuh kecamatan di Kabupaten Cilacap sampai Senin (7/7) pagi sudah perlu tambahan bantuan air bersih," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglinmas) Cilacap, Yayan Rusyawan, Senin pagi.

Ketujuh kecamatan yang krisis air bersih itu adalah Kawunganten, Kedungreja, Sidareja, Patimuan, Kampung Laut, Bantarsari, dan Jeruklegi. Banyaknya desa yang tersebar di tujuh kecamatan membuat petugas Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kabupaten (Kesra Pemkab) Cilacap, kesulitan mengirim air bersih karena pihaknya kekurangan armada pemasok air bersih.

Diungkapkan, idealnya satu kecamatan dilayani satu unit mobil tangki air. Sedangkan Pemkab Cilacap hanya memiliki tiga armada. Pihak Kesbanglinmas dan Kesra sudah minta bantuan ke Badan Koordinasi Lintas Kabupaten Kota (Bakorlin) III di Purwokerto. Namun, di lembaga ini jumlah armadanya juga terbatas. Sehingga, armada yang ada harus dioperasikan siang dan malam. Padahal biaya pengiriman air ke desa-kesa kini juga sudah naik sejak terjadinya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebelum terjadi kenaikan harga BBM, biaya pengiriman hanya Rp 80.000 per tangki. Setelah kenaikan BBM harganya naik menjadi Rp 120.000 per tangki.

Untuk menjangkau seluruh desa di tujuh kecamatan yang mengalami krisis air bersih, petugas Kesbanglinmas Cilacap terpaksa memaksimalkan pasokan air bersih sebanyak tiga kali dalam sehari setiap armada. "Kalau armada tidak ditambah penderitaan warga yang kekurangan air bersih bakal lebih parah lagi pada puncak kemarau nanti," ujarnya.

Sementara itu, Bupati Kediri Sutrisno diminta memberikan perhatian lebih kepada nasib ribuan penduduk yang tersebar di wilayah Kecamatan Mojo, Semen, Grogol, Tarokan, dan Ngancar yang sudah sebulan terakhir dilanda krisis air bersih.

"Ya hanya dengan air keruh seperti ini yang dapat memperpanjang hidup kami guna memenuhi kebutuhan air bersih untuk memasak, minum, dan sedikit cuci muka," ujar Sugito (49), penduduk Desa Petungroto saat ditemui SP sedang antre air di sebuah sumur di dasar Sungai Ponggok, di Kecamatan Mojo, Minggu (6/7).

Sungai Ponggok berhulu di sekitar puncak Gunung Slurup dan Gunung Wilis serta berhilir langsung ke Sungai Brantas melintasi Desa Kranding.

Di samping Gito, demikian panggilan akrab Sugito, terdapat 11 orang lelaki tua muda, masing-masing membawa enam hingga delapan ruas potongan bambu yang biasa dipakai membawa air nira dan beberapa jeriken plastik, antre mengisi air di sumur kecil di dasar Sungai Ponggok. Tiap orang rata-rata menghabiskan waktu satu jam untuk mengisi enam hingga delapan buah bambu dengan dua jeriken isi 20 liter yang mereka bawa. Mereka mengambil air menggunakan gayung cangkir plastik berisi sekitar 200 mililiter.

Gito dan kawan-kawannya itu mengaku harus menempuh jarak 2,5 kilometer pergi pulang guna mendapatkan air tersebut. Jarak tersebut membutuhkan waktu perjalanan satu setengah jam karena harus naik-turun perbukitan berbatu.

Bupati Kediri Sutrisno yang dihubungi melalui Kepala Hubungan Masyarakat Pemerintah Kabupaten Kediri, Sigit Rahardjo mengatakan, pihaknya siap mengedrop bantuan air bersih dari PDAM. Namun diingatkan, krisis air bersih tidak hanya terjadi di Ngetrep, Ponggok, Kranding, di Kecamatan Mojo saja, tetapi juga melanda seluruh desa yang ada di lereng Gunung Wilis, yakni Kecamatan Semen dan Grogol.

Selain itu, warga Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, semakin sulit mendapatkan air bersih karena air sumur gali mereka kering, menyusul musim kemarau melanda wilayah tersebut sejak sebulan terakhir ini. Demikian pula pasokan air bersih dari PDAM setempat ke rumah pelanggan pada musim kemarau macet.

"Air sumur saya sudah seminggu ini kering sehingga sulit mengatasi kebutuhan air bersih sehari-hari. Hujan sudah sebulan tidak melanda Bengkulu sehingga debit air sumur terus berkurang," kata Efendi (45), warga Jalan Salak, Kota Bengkulu.[WMO/070/143]



Post Date : 07 Juli 2008