Krisis Air Bersih Mengancam Ambon

Sumber:Kompas - 29 Desember 2006
Kategori:Air Minum
Ambon, Kompas - Krisis air bersih mengancam Kota Ambon akibat hilangnya sebagian hutan di daerah tangkapan air di Gunung Nona dan Gunung Soya. Daerah perbukitan yang seharusnya dikonservasi itu terpaksa dikorbankan untuk perumahan masyarakat pascakonflik sosial. Selain itu, penegakan hukum terhadap pelaku penebangan liar masih sangat lemah.

"Beberapa tahun ke depan Kota Ambon akan bermasalah dengan ketersediaan air bersih jika konversi hutan menjadi permukiman tidak dikendalikan. Juga penebang liar yang masih saja beroperasi di hutan-hutan di sekitar Ambon," kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Maluku dan Maluku Utara Sahulata R Yohana, Kamis (28/12).

Menurut Yohana, daerah tangkapan air di Kota Ambon sangat kecil dan terbatas di perbukitan. Hutan di perbukitan itu seharusnya dikonservasi, bahkan pernah direncanakan menjadi wana, tetapi gagal karena muncul konflik sosial. Pascakerusuhan, daerah Gunung Nona dijadikan tempat bermukim masyarakat dan penebangan liar semakin gencar.

Karena itu, konservasi sangat dibutuhkan untuk menjaga luas hutan di Kota Ambon yang sangat kecil. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Maluku tahun 2005, luas hutan lindung di Ambon 23.038 hektar, hutan produksi konversi 46.335 hektar, dan areal penggunaan lain 1.203 hektar. Luasan hutan lindung yang seharusnya dijaga itu kini terancam oleh penebangan liar dan alih fungsi hutan.

Wali Kota Ambon M Jopie Papilaja mengakui, daerah tangkapan air di Ambon memang semakin sempit karena alih fungsi. Kondisi itu sangat sulit dicegah karena kebutuhan tempat tinggal masyarakat pascakonflik sosial harus dipenuhi. Di sisi lain, lahan datar yang tersedia di Kota Ambon sangat terbatas.

"Kantong-kantong air memang sudah terkonversi menjadi perumahan sehingga perlu dicari solusi sumber air baru. Saat ini kami sedang mengkaji pengolahan air laut menjadi air minum bersama konsultan dari Jerman," ujar Papilaja.

Krisis air bersih memang mulai dirasakan sebagian penduduk Ambon. Warga di Perumahan BTN Kebun Cengkeh, misalnya, saat ini mendapat jatah air dari PDAM dua hari sekali. Penjatahan air itu tidak pernah terjadi sebelum konflik tahun 1999.

Permasalahan lain akibat alih fungsi hutan dan penebangan liar adalah banjir di perkotaan.

Perlu diselamatkan

Bupati Banjarnegara, Jawa Tengah, M Djasri mengingatkan, degradasi lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu dan Merawu serta Gunung Dieng sudah memprihatinkan. Degradasi mengancam pendangkalan Waduk Mrica dan ribuan hektar sawah di daerah hilir.

Untuk menyelamatkan waduk dan PLTA itu, perlu diupayakan pengerukan lumpur di Waduk Mrica. Jika tidak, 12 tahun lagi waduk itu akan menjadi kubangan lumpur raksasa.

Langkah lain yang mutlak harus dilakukan adalah perbaikan lingkungan dan rehabilitasi hutan di hulu DAS Serayu dan Gunung Dieng.

Sebelumnya, General Manager PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkit Listrik Teguh Adi Nuryanto menyatakan, usia PLTA Mrica yang semula diprediksi 50 tahun hanya akan bertahan 35 tahun akibat sedimentasi yang luar biasa. "Ini artinya umur waduk hanya tinggal 12 tahun," katanya. (ANG/NTS)



Post Date : 29 Desember 2006