|
KUPANG (Media): Krisis air bersih akibat kekeringan di Nusa Tenggara Timur (NTT) meluas. Setelah sebagian penduduk Kota Kupang kesulitan mendapatkan air, kini warga Kabupaten Kupang juga harus mencari air ke sumber yang letaknya berkilo-kilometer. Krisis air bersih di Kabupaten Kupang antara lain dialami penduduk Kecamatan Fatuleu dan Amabi Oeteto Timur. Penduduk dua wilayah yang terletak sekitar 40 kilometer (km) sebelah timur Kota Kupang itu harus berjalan kaki tiga hingga lima km untuk mengambil air di sumber air. Di Kecamatan Fatuleu, krisis air bersih paling parah terjadi di Desa Silu. Di desa tersebut air sumur milik warga terus menyusut, sehingga mereka terpaksa harus berjalan kaki untuk mengambil air di sumber air Fatuleu yang berjarak sekitar lima km dari permukiman. Seminggu terakhir mereka berbondong-bondong mengambil air di sumber itu dengan menggunakan sejumlah jerigen yang dinaikkan ke gerobak atau digendong. Warga memperkirakan air di sumur mereka akan kering awal September mendatang. ''Kami terpaksa mengambil air ke mata air karena sumur nyaris kering,'' kata Andreas, 30, warga Desa Silu, kemarin pagi. Setiap gerobak mampu mengangkut 10 jerigen ukuran lima liter. Sedangkan yang digendong rata-rata hanya mampu membawa dua jerigen. Menurut Andreas, satu gerobak air hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dua hari dan diutamakan untuk memasak. Untuk mandi dan mencuci, warga melakukannya langsung di sumber air Fatuleu. Warga Desa Silu lainnya, Umbu, 45, menjelaskan, krisis air bersih di desanya terjadi setiap tahun, mulai Agustus hingga November. Jika sampai Desember tidak ada hujan, krisis air berlangsung sampai Januari. Di Kecamatan Amabi Oeteto Timur sedikitnya 228 keluarga mengalami krisis air bersih. Mereka tinggal di Desa Siku. Seminggu terakhir warga desa itu juga harus berjalan kaki sejauh tiga kilometer untuk mengambil air di sebuah bak penampungan. Air di bak itu dialirkan dari sebuah sumber di sekitar daerah itu. ''Bak penampungan air itu disiapkan oleh lembaga swadaya masyarakat Plan Internasional tahun lalu,'' kata Andreas Bani, salah seorang warga Desa Siku. Bani juga memperkirakan pada puncak kemarau yang berlangsung Oktober dan November debit air di sumber itu menyusut, sehingga air yang dialirkan ke bak penampungan juga berkurang. Krisis air bersih lebih dulu melanda Kecamatan Penfui, Kota Kupang. Dampak dari kondisi itu membuat warga di lima kelurahan nekat menjebol pipa Perusahaan daerah Air Minum (PDAM) Kupang yang hanya mampu menyuplai air air bersih satu minggu sekali ke pelanggan. Di lima kelurahan tercatat ada lima lokasi pipa yang dijebol warga untuk mencuri air. [Tidak terjangkau] Di Temanggung, Jawa Tengah (Jateng), satu dari 57 dusun yang mengalami kekeringan tidak bisa terjangkau bantuan air bersih dari pemerintah kabupaten setempat. Jalan menuju Dusun Liyangan di Desa Duren, Kecamatan Bejen, itu sulit dilalui truk tangki pengantar air bersih karena kondisinya berliku-liku, sempit, curam, dan rawan longsor. Padahal, penduduk dusun itu kekurangan air bersih sejak awal bulan ini. ''Mobil tangki sudah hampir memasuki batas Dusun Liyangan. Namun, sopir tangki tidak berani masuk karena jalan menuju dusun itu turunannya curam, sempit, dan rawan ambrol. Akhirnya droping air ke Dusun Liyangan dibatalkan,'' kata Kepala Seksi Perlindungan Masyarakat Kabupaten Temanggung Budihardjo, kemarin. Sebanyak 15 desa di lima kecamatan di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, juga mengalami krisis air bersih setelah sumur yang selama ini menjadi sumber air mereka kering. Menurut Kepala PDAM Majalengka Aan Suhanda, kemarin, pihaknya sudah memetakan desa-desa yang krisis air bersih Desa-desa tersebut antara lain, Sumber Kulon, Pilangsari, Babad Jurang, Jatitujuh (Kecamatan Jatitujuh), Mekar Jaya, Babakan (Kecamatan Kertajati), Leuweunghapit, Kodasari, Kedungkencana, Ampel (Kecamatan Ligung), Panjalin, Bongas Wetan, Lojikobong (Kecamatan Sumberjaya), dan Desa Bantarujeg di Kecamatan Bantarujeg. Kemarau di Jawa Barat juga mengakibatkan ribuan hektare (ha) tanaman padi yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Sukabumi, kekeringan sehingga gagal panen. Bahkan, lebih dari 872 ha di antaranya dinyatakan puso. Sementara itu, sedikitnya 100 ha tanaman padi berumur kurang dari dua bulan di Kecamatan Ngluyu dan Jatikalen, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, terpaksa dipanen lebih awal akibat kekeringan sebulan terakhir. (PO/TS/UL/FZ/ES/N-1). Post Date : 15 Agustus 2007 |