|
INDRAMAYU, (PR). Krisis air bersih yang melanda sejumlah desa terpencil di Kabupaten Indramayu semakin parah. Harga air bersih pun terus melonjak. Hal itu membuat warga semakin terjepit antara kebutuhan memperoleh air bersih dengan tiadanya kemampuan membeli air yang harganya kian mahal. Kesulitan air bersih, rata-rata dialami desa terpencil dan tidak memperoleh fasilitas jaringan PDAM. Di antaranya yang terparah, ialah di desa sepanjang pesisir pantai perbatasan Kec. Cantigi dan Losarang. Warga di sejumlah desa itu, kini harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk memperoleh air bersih. Dalam sepekan, air yang semula harganya Rp 2.000,00/jeriken berisi 20 liter, kini naik menjadi Rp 3.000,00/jeriken. Di Cangkring dan Blok Waledan, Desa Lamarantarung, Kec. Cantigi misalnya, warga mengaku semakin kesulitan. Tidak hanya dalam soal kebutuhan air bersih, tetapi juga ketiadaan uang untuk membeli air yang harganya semakin mahal. "Apalagi kita juga lagi kesulitan untuk membiayai anak sekolah. Kita semua jadi tambah bingung. Biaya sekolah mahal, kebutuhan sehari-hari mahal, tapi penghasilan tambah sedikit. Sekarang harus dibebani kebutuhan air yang juga mahal," ujar Dirma (45), salah seorang warga Waledan yang tambak udangnya kini juga terancam gagal panen. Sumber air tawar sama sekali tidak tersedia di sepanjang perbatasan dua kecamatan yang berada di wilayah pesisir pantai Laut Jawa itu. Sudah lebih dari sebulan, bahkan warga setempat melakukan kegiatan MCK (mandi, cuci, kakus) dengan air payau. "Untuk mandi, cuci baju dan buang air semua pakai air payau. Air bersih yang ada, kami manfaatkan sehemat mungkin," ujar beberapa warga di Cangkring. Sejauh ini, seperti dituturkan warga Waledan yang jumlahnya mencapai 200 kepala keluarga, belum ada bantuan air bersih di PDAM setempat. Kunjungan dari kecamatan juga tidak terlihat, padahal warga berharap pihak kecamatan bisa mengusahakan agar ada bantuan air bersih. Izin DPLH Sementara itu, para petani di Kec. Balongan, melalui perwakilan dan Camat, Drs. Darman Toha, M.M., Senin (17/7), menemui Kepala Kantor Dinas Pertambangan & Lingkungan Hidup (DPLH). Mereka meminta izin pada DPLH untuk merekomendasikan tuntutan agar air limbah di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Kilang Pertamina UP-VI Balongan, bisa dimanfaatkan mengairi ratusan hektare sawah yang terancam puso. "Kami minta DPLH mengizinkan pemanfaatan air limbah untuk mengairi sawah yang kini kering dan terancam puso. Petani sebelumnya juga sudah minta ke Pertamina, hanya saja, BUMN itu tidak mau mengabulkan," ujar camat. Kepala DPLH, Drs. H. Apriyanto, M.M., berpandangan sama dengan Pertamina. Dinas tersebut tidak mau mengambil risiko memberi izin pemanfaatan limbah. "Bagaimanapun itu limbah. Tidak ada aturan untuk bisa dimanfaatkan kembali, apalagi untuk mengairi sawah. Lagi pula ada ketentuan dan aturannya. Kami tidak mau mengambil risiko," ujar dia. Sebelumnya, Kahupmas Kilang Balongan, Drs. Darijanto mengemukakan sikap perusahaannya yang menghadapi dilema menyusul permintaan petani. "Aturannya ketat. Kalau kami penuhi, jelas kami melanggar aturan," ujar dia. (A-93) Post Date : 18 Juli 2006 |