Krisis Air Bersih Ancam Warga

Sumber:Suara Merdeka - 05 Juni 2006
Kategori:Air Minum
KLATEN - Pascagempa Sabtu lalu ( 27/ 5) beberapa wilayah di Kecamatan Prambanan dan Wedi terjadi krisis air bersih. Bahkan sumur di wilayah Prambanan terutama di Desa Taji, Sanggrahan, Kemudo, dan Tlogo sampai kemarin tidak terisi air dan hanya dipenuhi lumpur serta pasir kering berwarna hitam yang naik diduga akibat gerakan lempeng bumi.

Warga mulai resah jika hal ini terus berlangsung maka tidak akan ada persediaan air bersih lagi di wilayah ini. "Kami khawatir tidak akan ada lagi air bersih di wilayah ini," ujar Anwar, warga Kongklangan, Taji, Prambanan yang sumurnya mengering.

Dia mengungkapkan, sumur di kompleks Masjid Nurus Salam di depan rumahnya merupakan sumur tua yang airnya selalu bersih. Kedalaman sumur itu hanya delapan meter. Namun, setelah gempa dahsyat, sumur mengering. Bahkan lumpur bawah tanah naik ke permukaan sehingga kedalaman sumur hanya tinggal dua meter.

Dia menuturkan, saat gempa air sumur bercampur lumpur dan pasir meluap serta tumpah ke halaman masjid. Setelah itu sumur kering. Beberapa tetangganya juga mengalami kejadian yang sama, sehingga untuk memenuhi kebutuhan air bersih saat ini, warga hanya mengandalkan pasokan air mineral dari penyumbang bantuan yang sampai ke desanya.

Dia berharap segera ada tindak lanjut dari pemerintah untuk persoalan ini. Sebab jika tidak maka warga tidak akan mampu mencukupi kebutuhan air bersih. ''Jadi naiknya air itulah yang membuat warga menduga jika akan terjadi tsunami," ujar Ratmo warga Tlogo. Menurutnya, saat gempa tidak hanya sumur warga yang tumpah tetapi sawah-sawah juga mengeluarkan air meski sebentar. Air yang keluar dari tanah di persawahan mirip sumber air baru, namun hanya sebentar kemudian hilang.

Dia mengatakan, saat ini sawah kemungkinan juga tidak teraliri air, sebab sumur warga juga tidak ada airnya. Di beberapa desa tetangga lainnya seperti Kebondalem dan Pereng, ujar dia, masih ada satu dua yang ada airnya. Namun itu saja tidak bersih dan kotor dengan rasa yang tidak enak. Warga juga banyak yang enggan menggunakannya dan memilih air mineral. Dia khawatir jika air menghilang, warga akan kesulitan air bersih selamanya.

Di Kecamatan Wedi, kondisi air memang lebih baik dibandingkan wilayah Prambanan. Air di sumur warga masih melimpah. Namun banyak juga air sumur yang bercampur dengan pasir dan rasanya juga tidak enak. Menurut Kasimo ( 40) warga Kadisimo, Birit, Wedi, air yang bercampur lumpur dan pasir berwarna kecokelatan. "Itu terjadi sejak gempa, namun air masih bisa diminum dan untuk keperluan warga lainnya," tandasnya.

Minum Air Keruh

Ratusan orang di Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, juga kekurangan air bersih untuk minum. Untuk bertahan hidup, warga akhirnya meminum air keruh dari sumur-sumur setempat.

Akan tetapi sebelum diminum, air diberi tetesan bahan penyeteril agar aman dari kuman. Meski air belum dimasak dan terlihat keruh, aman diminum warga.

Tetesan air penyeteril itu adalah Air-Rahmat (murah dan hemat) yang merupakan sumbangan dari Badan Pembangunan International AS (USAID) bekerja sama dengan Community Habitat Finance (CHF). Organisasi tersebut datang kemarin (3/6), setelah mendapat laporan bahwa daerah Muntuk kekurangan air bersih.

Setiap warga mendapatkan dua botol Air-Rahmat yang bisa digunakan selama enam bulan. Lima tetes Air-Rahmat bisa digunakan untuk menyeterilkan air tawar satu liter.

Saiful (45), Ketua RT 03 Tangkil, Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo mengatakan, pascagempa warga susah mendapatkan air bersih sehingga terpaksa meminum air keruh yang dicampur dengan tetesan Air-Rahmat tersebut.

Dia mengatakan, wilayahnya berbatasan dengan Gunungkidul dan berada di perbukitan. Jarak dengan ibu kota kecamatan sekitar 15 kilometer. Akibatnya, bantuan dari pemeritah setempat sangat terbatas. Dusun Tangkil misalnya, hanya mendapatkan 20 kg beras dan mi instan dua dus. Padahal di setiap RT, berpenduduk 300 orang. ''Kendala paling berarti karena bantuan dari pemerintah belum pernah merata. Paling banyak justru bantuan dari nonpemerintah,'' tutur dia.

Louis Obrien, Direktur CHF mengatakan, yang terpenting baginya adalah menyelematkan jiwa para korban gempa. Salah satu yang menjadi permasalahan di tempat bencana adalah air bersih dan air minum. Dengan demikian, langkah tersebut merupakan salah satu dari bagian penyelamatan warga di daerah terpencil.

Menurut dia, setiap warga mendapatkan bantuan jerigen untuk mengambil air dan dua botol Air-Rahmat. Dia berharap, warga bisa mengambil air di sumur-sumur. Setelah diberi tetesan, air langsung bisa diminum.

Tak Perlu Khawatir

Kepala Kantor BMG Yogyakarta Drs Jaya Murjaya MSi mengatakan, masyarakat di wilayah Jawa Tengah dan DIY diminta tidak terpancing isu akan terjadi gempa tektonik susulan yang lebih besar. Sebab, berdasarkan data empirik yang diperoleh sampai hari kedelapan (4/6) gempa susulan sudah makin jarang dan kekuatannya makin menurun.

Kepala Badan Geologi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Departemen ESDM Dr Surono mengatakan, saat ini perubahan akibat gempa sedang mencari keseimbangan baru (mengalami peluruhan). ''Proses inilah yang menimbulkan gempa tektonik susulan,'' ujar dia.

Jadi tak mungkin di tempat yang sama akan terjadi gempa lain dengan kekuatan yang lebih besar. Menurutnya, gempa yang terjadi pada pukul 05.54 pada Sabtu (27/5) itu akibat reaksi sesar darat aktif yang oleh ahli geologi disebut Sesar Imogiri.

Sesar tersebut berawal di kawasan Pantai Sanden, Kabupaten Bantul (barat daya) dan bergerak ke arah timur laut sepanjang 70 km dan berakhir di kawasan Candi Prambanan, Sleman. Di daerah yang dilalui timbul kerusakan parah akibat tanah yang bergerak-gerak ke atas dan ke bawah (naik turun) ataupun ke samping. Kerusakan juga bisa diakibatkan oleh hantaman gelombang magnetik primer dan sekunder.

Gelombang di permukaan itu masing-masing mengalir dengan kecepatan 7,5 km/detik dan 6 km/detik. Gempa itu juga mengakibatkan sumur penduduk yang naik menjadi kering seperti dialami sejumlah warga di wilayah Imogiri, Bantul.

Awal Juli Rekonstruksi

Tahapan rekonstruksi dan rehabilitasi daerah gempa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) akan dimulai awal Juli 2006, dengan biaya sekitar Rp 1 triliun. Lamanya program membangun kembali daerah gempa diperkirakan lebih dari satu tahun.

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Paskah Suzetta mengatakan, program ini terdiri atas pembangunan permukiman, menata fasilitas umum dan sosial, dan normalisasi kegiatan ekonomi masyarakat setempat.

Menurutnya, program rekonstruksi ini akan dipimpin Departemen Pekerjaan Umum. ''Sebisa mungkin kita berdayakan para warga, tanpa melibatkan kontraktor luar Yogya,'' kata Paskah pada diskusi di Kemang Jakarta, Sabtu (3/6).

Bahan bangunan, lanjut dia, akan dikoordinasi oleh pemerintah untuk menanggulangi meningkatnya harga bahan bangunan di Yogya dan Jateng. Model bangunan akan sesuai dengan karakteristik kultur masyarakat setempat. ''Pemerintah akan menyiapkan rekening khusus dalam menyalurkan bantuan untuk rekonstruksi rumah korban gempa bumi Yogya dan Jateng.''

Nantinya, pada tahap rekonstruksi dan rehabilitasi pemerintah tidak akan menyalurkan dalam bentuk uang tunai. Namun dalam bentuk rekening khusus yang akan disalurkan kepada sekelompok masyarakat yang terdiri atas 20 hingga 30 keluarga.

Sekelompok masyarakat tersebut, ujar dia, akan didampingi oleh supervisi tenaga ahli yang akan melakukan pendampingan selama pembangunan kembali rumah penduduk tersebut.

Dalam pembangunan rumah korban, tuturnya, selain dilakukan pengawasan oleh pemerintah juga akan melibatkan kalangan akademisi setempat dan mahasiswa yang sedang melakukan kuliah kerja nyata (KKN) agar dapat membangun rumah yang sesuai dengan karekteristik lingkungan penduduk.

Paskah mengungkapkan, dalam tahap rekonstruksi dan rehabilitasi akan di bawah lingkup Menteri Pekerjaan Umum dan juga melibatkan para korban dalam pembangunan rumah mereka. Dengan demikian secara psikologis, ia menambahkan, dapat memberikan harapan dan mengantisipasi stres kepada para korban pascagempa.

''Pembangunan dilakukan sendiri oleh warga secara gotong-royong yang dibantu fasilitator yang mengkoordinasikannya sehingga lebih efisien. Pemerintah akan memberi supervisi tenaga ahli agar konstruksi bangunannya memenuhi standar,'' jelasnya.

Bantuan Asing

Pada kesempatan itu Paskah mengemukakan, pemerintah akan menegosiasikan komitmen bantuan asing baik bilateral maupun multilateral dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Yogyakarta dan sekitarnya pascagempa.

''Saya yakin tanggal 12 atau 13 Juni 2006 sudah selesai penyusunan rencana aksi untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Yogya dan sekitarnya. Setelah itu kita negosiasikan dengan negara atau lembaga yang punya komitmen untuk memberikan bantuan.''

Dia mengutarakan, saat ini pihaknya sedang menyusun rencana aksi untuk rehabilitasi dan rekonstruksi yang diperkirakan memerlukan waktu sekitar satu minggu. Ada beberapa fokus yang menjadi perhatian, yakni pembangunan kembali fasilitas umum termasuk infrastruktur yang tidak berfungsi, pembangunan kembali perumahan dan permukiman serta pemberdayaan kembali perekonomian lokal masyarakat.

Diakui, kondisi Yogya dan sekitarnya tidak separah Aceh sehingga tidak perlu penyusunan blue print dan pembentukan badan rehabilitasi dan rekonstruksi (BRR). ''Akan kita tangani dan unsur pemerintah sudah berbagi tugas,'' ucap Paskah.

Begitu juga, menurutnya, penyusunan rencana aksi itu selesai, pihaknya akan langsung melakukan negosiasi dengan negara atau lembaga yang telah memberi komitmen bantuan sehingga rehabilitasi dan rekonstruksi dapat segera dilakukan.

Beberapa negara atau lembaga sudah memberikan komitmen bantuan dan kemungkinan Bappenas akan mengumumkannya pada Senin (5/6). (hsn, F5,sho,P58,di- 46,48nmv)

Post Date : 05 Juni 2006