|
JAKARTA (MI): Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon menyatakan dunia dibayangi krisis kekurangan air, akibat semakin banyak wilayah mengalami konflik atau perang. Pernyataan Ban yang disampaikan dalam forum para pemimpin ekonomi dan politik dunia di Davos, Swiss, itu merujuk pada sejumlah negara yang terus berkonflik. Banyaknya konflik itu telah berdampak pada kerusakan alam, seperti Sudan, Somalia, Chad, Israel, perbatasan Palestina, Nigeria, Sri Lanka, Haiti, Kolombia, dan Kazakhstan. ''Terlalu sering kita menemukan fakta ketika kita perlu air, di situ kita justru menemukan senjata di sampingnya,'' kata Ban, Jumat (25/1). Ia menambahkan, kenaikan jumlah penduduk dunia yang terjadi sekarang ini juga menjadi problem yang buruk. ''Demikian juga adanya perubahan iklim seiring dengan pertumbuhan ekonomi global ditambah dengan banyaknya konflik.'' Ban menyatakan berdasarkan laporan yang dihimpun International Alert, organisasi independen yang membawa misi perdamaian, menyebutkan sebanyak 46 negara dengan jumlah penduduk 2,7 miliar teridentifikasi mengalami krisis air akibat risiko dari konflik kekerasan yang cukup tinggi. Sedangkan 56 negara dengan 1,2 miliar penduduk digolongkan dalam kelompok yang berhadapan dengan risiko tinggi akibat konflik yang cukup tinggi. Ban juga menyerukan kepada masyarakat dunia bahwa dampak perubahan iklim akan terus meluas apabila masyarakat tidak segera melakukan aksi untuk mencegahnya. Dalam pertemuan para pemimpin ekonomi dan politik dunia, Ban mengingatkan tema yang diangkat tentang krisis air sama dengan tema tahun lalu. Dengan kata lain, lanjut Ban, masalah air memang belum tuntas penanganannya. Air sebagai sumber kehidupan pun kini ikut terseret dalam persoalan politik dan ekonomi. ''Kita masih memerlukan air. Tetapi kita juga harus menjaganya tetap bersih, dan menggunakannya dengan penuh bijak, serta membaginya dengan adil. Peran swasta Krisis air yang kian mengancam masyarakat dunia disikapi Ban dengan mengundang para pemimpin dunia untuk mengadakan pertemuan tingkat tinggi September mendatang, dengan tema Tujuan pembangunan dunia. Ban mengisyaratkan dalam pertemuan tingkat tinggi itu harus pula dibahas bagaimana mengurangi jumlah penduduk dunia yang tidak punya akses untuk memperoleh air yang layak minum. PBB pernah memberikan persyaratan agar negara-negara di dunia memberikan akses kepada penduduk untuk memperoleh air layak minum dan aman, dengan target waktu hingga 2015. Ban juga meminta agar perusahaan-perusahaan top yang telah memiliki jaringan global ikut mendukung aksi penduduk dunia memperoleh air minum yang aman dan sehat. Andrew Liveris, Direktur Dow Chemical Co, salah satu perusahaan kimia terbesar kedua di dunia menyatakan bahwa abad ini bukanlah abad untuk minyak. ''Tetapi kebutuhan air tetap menjadi isu setiap hari.'' Dalam kesempatan sama, E Neville Isdell--Direktur The Coca-Cola Co--menambahkan isu perubahan iklim tetap menjadi topik hangat di dunia saat ini. ''Hanya saja perlu diingat hilangnya air juga menjadi bagian perdebatan dampak perubahan iklim.'' Isdell menambahkan perlunya masyarakat dunia untuk meningkatkan isu air pada tingkat yang lebih atas. ''Kami akan membantu meningkatkan isu krisis air itu terkait dengan isu dampak perubahan iklim,'' lanjutnya. Sementara itu Direktur Nestle SA Peter Brabeck-Letmathe menyatakan sudah waktunya untuk menyelamatkan masyarakat dunia dari krisis air. ''Kita harus sama cepatnya dengan air yang terus mengalir.'' Ban berharap para pebisnis eksekutif dunia ikut bergabung dengan program-program PBB untuk membantu masyarakat miskin memperoleh akses air bersih. ''Peran sektor swasta cukup penting. Saat ini cukup banyak perusahaan swasta yang memiliki program-program air bersih untuk masyarakat,'' ujar Ban. (AP/H-3) Post Date : 27 Januari 2008 |