|
BOGOR - Masalah sampah sudah menjadi persoalan universal karena telah menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika perkembangan sebuah kota. Masalah itu dialamioleh negara-negara maju maupun negara berkembang, termasuk di kota-kota di Indonesia, seperti Jakarta dan Kota Bogor. "Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor menempatkan masalah kebersihan sebagai salah satu penanganan dari empat prioritas pembenahan, selain tiga masalah lainnya, yaitu transportasi, pedagang kaki lima, dan kemiskinan," kata Wali Kota Bogor, Diani Budiarto di Bogor, Sabtu (12/11). Ia juga menjelaskan adanya tiga masalah yang dihadapi dalam menangani pembangunan fisik kota, yakni bagaimana mengatur masalah transportasi, kebersihan kota dan tata ruang kota. Wali Kota Bogor mengaku prihatin dengan persoalan sampah dan masalah kebersihan kota. "Kita bisa lihat di beberapa lokasi tumpukan sampah masih berserakan. Jadi, perlu pemikiran bersama bagaimana mengatasi persoalan sampah ini," katanya. Menurut dia, kalau melihat ke belakang, yakni sekitar tahun 1980 hingga 1990-an, di Kota Bogor gencar dikampanyekan program Adipura, di mana ketika itu warga sangat peduli akan kebersihan kotanya. Namun dalam beberapa tahun terakhir, program itu menjadi sirna. "Buktinya, dapat dilihat dari ketidakteraturan yang dilakukan oleh sebagian elemen masyarakat dalam membuang sampah," katanya. "Saya melihat berhasilnya program Adipura di Kota Bogor pada saat itu tidak terlepas dari kepedulian berbagai komponen masyarakat, mulai dari ibu-ibu rumah tangga. Mereka begitu teratur membuang sampah ke tempat-tempat pembuangan sampah (TPS) pada jam-jam tertentu, yang telah diatur pengangkutan sampahnya. Jadi, tidak terlihat penumpukan sampah, baik di TPS maupun di luar TPS di luar dari jam-jam tersebut," tuturnya. Diakui, budaya bersih sekarang ini relatif sirna akibat ketidaktertiban masyarakat. Hal itu terjadi bukan pada oleh orang yang tidak mengerti saja. Buktinya bisa dilihat, kadang-kadang pengendara mobil-mobil mewah dan orang terpelajar pun kurang peduli terhadap kebersihan. "Mereka dengan seenaknya membuang sampah dari jendela mobilnya sehingga jalan raya sepertinya menjadi TPS terpanjang," katanya. Oleh karena itu, ia mengajak warganya untuk kembali pada komitmen, yakni ditumbuhkannya kembali budaya bersih. Pemkot sendiri, kata wali kota, menghadapi keterbatasan, baik dalam personel maupun sarana dan prasarananya, apalagi dengan perluasan kota yang sudah lima kali lipat dibandingkan tahun 1980-an. Ditambahkan, dukungan dari masyarakat terhadap penanganan masalah sampah bukan hanya terbatas pada prilaku membuang sampah pada tempatnya atau memisahkan sampah organik, melainkan diperlukan dalam bentuk investasi pengelolaan sampah menjadi kompos. (Ant/N-6) Post Date : 14 November 2005 |