|
Memasuki musim kemarau, sejumlah wilayah di Kota Bandung rawan kekurangan air. Penggunaan air tanah yang berlebihan di kota ini ditengarai menjadi penyebab utamanya. Kota Bandung yang terletak di wilayah Cekungan Bandung sebetulnya memiliki ketersediaan air berlimpah. Cadangan air tanah di cekungan ini diperkirakan seluas 1.716 kilometer persegi atau 8,5 persen dari luas cadangan air tanah di Provinsi Jawa Barat. Setiap tahunnya Cekungan Bandung menyimpan potensi air hingga 369 juta meter kubik. Ironisnya, sumber utama air itu kini dalam kondisi mengkhawatirkan. Berdasarkan pemantauan Dinas Pertambangan dan Energi Kota Bandung, air tanah di Kota Bandung kini mengalami penurunan kondisi, sedikitnya di 12 titik. Enam titik di antaranya dalam kondisi rusak yang terutama tersebar di wilayah Bandung utara dan barat. Kerusakan itu antara lain diindikasikan dari turunnya muka air tanah, terutama di wilayah Cijerah, Cibuntu, Garuda, Maleber, dan Pasirkaliki berkisar 1,37 meter-4,32 meter per tahun. Turunnya kondisi air tanah terutama terjadi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Hal tersebut antara lain disebabkan volume penggunaan air tanah di Kota Bandung tergolong besar. Dari rata-rata 45 juta meter kubik air tanah yang dimanfaatkan di wilayah Cekungan Bandung, hampir 43 persen di antaranya disedot di Kota Bandung. Jika dikonversikan ke dalam nilai rupiah, nilai pengambilan air di Kota Bandung setara dengan Rp 62,5 miliar. Air baku Pada 2006, sebanyak 547 perusahaan mengantongi izin pengambilan air tanah. Ke-547 perusahaan itu menyedot air tanah sebanyak 19,16 juta meter kubik melalui 829 sumur bor. Hampir 40 persen dari air tanah yang disedot dipakai untuk air baku Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Air juga digunakan untuk kegiatan industri (31 persen) dan perdagangan (22 persen). Dibandingkan dengan tahun 2005, volume pengambilan air tanah di kota ini meningkat 11 persen. Selain itu, besarnya penggunaan air tanah tersebut diperparah dengan berkurangnya daerah resapan air di Kota Bandung. Berdasarkan data Bappeda Provinsi Jabar, sekitar 47 persen daerah resapan di Kota Bandung justru telah berkurang menjadi lahan tertutup. Luas taman kota yang menjadi salah satu ruang terbuka hijau hanya 107 hektar, atau tidak sampai 1 persen dari luas wilayah kota yang 16.729 hektar. Dengan kondisi itu, untuk mengantisipasi berkurangnya air tanah di Kota Bandung, penggunaan air permukaan kini diupayakan lebih ditingkatkan. Hal itu tentu harus diimbangi dengan perizinan pengambilan air tanah yang lebih ketat, terutama di zona rawan air tanah. (NDW/Litbang Kompas) Post Date : 27 Agustus 2007 |