|
Bandung, Kompas - Dalam satu hari, Kota Bandung hanya bersih dari sampah selama tiga jam, yaitu sejak pukul 04.30 sampai 07.30. Selama rentang waktu itu, Kota Bandung bersih karena ada petugas penyapu yang bekerja. Di luar waktu tersebut, kesadaran masyarakat yang rendah untuk membuang sampah pada tempatnya dianggap menjadi penyebab kotornya Kota Bandung. Demikian dikatakan Kepala Humas Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung Sefrianus Yosep seusai diskusi bertema "Pemantapan Peran Legislatif dalam Pengelolaan Sampah" di Bandung, Kamis (26/5). Sampah yang berserakan paling parah terdapat di pasar-pasar. Pedagang kaki lima dianggap menjadi pembuang sampah terbanyak dan paling susah untuk diatur. Selain membuang sampah sembarangan, mereka juga menyulitkan kerja petugas penyapu. "Sampah dilempar begitu saja ke jalan, sudah dikasih tahu tapi tidak patuh. Pukul 09.00 mereka baru membereskan dagangan. Seharusnya pukul 06.00 supaya petugas bisa menyapu," kata Sefrianus. Sanksi bagi masyarakat yang membuang sampah sembarangan sudah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2005 tentang Kebersihan, Keindahan, dan Ketertiban. Warga yang membuang sampah sembarangan dapat dikenakan sanksi kurungan tiga bulan dan denda sebesar-besarnya Rp 5 juta. Namun, ketidaktegasan petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan kepolisian di lapangan membuat sanksi itu sulit dijalankan. Biasanya warga atau PKL yang membuang sampah sembarangan hanya ditegur saja. "Kalau melihat ada yang buang sampah sembarangan, rasanya ingin saya kejar," kata Sefrianus. Selain itu, jumlah truk sampah untuk Kota Bandung pun dinilai tidak memadai. Jumlah truk sampah sebanyak 77 unit, setidaknya harus ditambah menjadi 140 unit agar ideal. Fasilitas kurang memadai Kurang memadainya fasilitas milik PD Kebersihan membuat kuantitas sampah Kota Bandung sebanyak 7.500 meter kubik per hari, hanya dapat terangkut sekitar 3.000 meter kubik. Di Kota Bandung terdapat 700 petugas penyapu dan 146 di antaranya merupakan petugas penyapu khusus. Sefrianus menjelaskan, petugas khusus mulai dipekerjakan menjelang peringatan Konferensi Asia-Afrika ke-50. Penyapu sampah bertugas antara pukul 05.30 sampai 09.00 dan petugas khusus pukul 05.30 sampai 11.30. Sedangkan ruang lingkup pekerjaan penyapu khusus lebih strategis. Wilayah kerja penyapu khusus meliputi tujuh titik, yaitu Alun-alun, Jalan Dalem Kaum, Kepatihan, Asia-Afrika, Dewi Sartika, Merdeka, dan Jl Otto Iskandardinata. Penyapu khusus menerima pendapatan lebih besar yaitu Rp 700.000 per bulan, sedangkan penyapu biasa memperoleh Rp 450.000 per bulan. Idealnya, untuk setiap 1.000 warga diperlukan tiga petugas penyapu. Dengan jumlah penduduk Kota Bandung 2,5 juta orang, sedikitnya diperlukan 7.500 petugas penyapu. Jumlah petugas penyapu yang ada saat ini bila digabungkan dengan petugas PD Kebersihan lain yang bekerja di lapangan, seperti sopir truk sampah dan petugas pengangkut sampah, jumlahnya 1.200 orang. Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat, Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, antisipasi masalah sampah di Jabar dan Kota Bandung khususnya, memerlukan peraturan daerah yang khusus mengatur itu. Sampai saat ini belum ada perda yang mengatur pengelolaan masalah sampah secara komprehensif. Setiawan menilai, kewenangan pengelolaan sampah di wilayah tertentu seperti sungai juga belum jelas. Selain itu, tidak ada pengaturan hak dan kewajiban yang melibatkan pemerintah dan masyarakat. Peraturan yang ada sifatnya masih berbentuk undang-undang dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Ketetapan yang terkait dengan sampah antara lain UU Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan dan UU nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adapun SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan dan SNI 03-3241-1994 tentang Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah. (bay) Post Date : 30 Mei 2005 |