|
SOE - Sejumlah 11 orang dari 286 balita penderita diare di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) Nusa Tenggara Timur (NTT) meninggal dunia. Berdasarkan laporan petugas kesehatan Dinas Kesehatan TTS hingga Selasa (9/8), dua balita asal Desa Basmuti, Kecamatan Kuanfatu yakni Elsa Beis (13 bulan) dan Kristanto Fallo (8 bulan) meninggal dunia akibat wabah tersebut. Kepala Dinas Kesehatan TTS, dr Markus Righuta, kepada Pembaruan di SoE, membenarkan bertambahnya dua korban jiwa akibat terserang diare. Laporan terakhir menyebutkan korban yang meninggal dunia sebanyak 11 balita. Sementara total penderita diare sebanyak 286 balita yang tersebar di enam kecamatan. Dikatakan, dari 286 penderita diare tersebut, sebanyak 16 penderita dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) SoE dan sisanya 270 orang penderita rawat jalan dan 80 persen diantaranya sudah sembuh. Meskipun demikian, pihaknya terus melakukan pemantauan di seluruh wilayah yang terkena diare. Dijelaskan, setiap kasus diare yang ditemukan di satu tempat akan dikembangkan metode penyelidikan epidemiologi, untuk mengetahui faktor penyebab meluasnya penyakit diare. Faktor itu mencakup apakah ada tambahan kasus diare, bagaimana cara makan balita di daerah itu, apakah lingkungannya tercemar, dan sumber air yang dipakai penderita. Hasil penelitian yang dilakukan petugas lapangan di daerah yang balitanya banyak terserang diare, disimpulkan permasalahan air menjadi penyebab utama terjadinya diare. Contohnya, tiga sumber mata air di Oebena, Kusi dan Tubuhue ternyata berkadar bakteri e-coli yang tinggi. Di mana, sumber mata air di Oebena memilik kadar bakteri e-coli sebesar 84 ppm, Tubuhue sebesar 975 ppm, dan Kusi sebesar 975 ppm. Ditegaskan, mestinya air pada sumber tersebut sangat tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia. Karena menurut peraturan menteri kadar bakteri e-coli harus nol ppm untuk diminum dan maksimal 12 ppm untuk kebutuhan mandi dan cuci. Tingginya angka bakteri e-coli pada sumber mata air yang wilayahnya terkena diare menunjukkan faktor kualitas air sangat berpengaruh terhadap kesehatan warga setempat. Menurut Righuta, selama ini Dinas Kesehatan jarang dilibatkan untuk melakukan pengecekan terhadap kualitas sumber air dalam pembangunan sarana air yang dilakukan pemerintah. Baru satu kali pihaknya diminta Dinas Permukiman TTS untuk mengecek kadar bakteri e-coli di sumber mata air Supul. Ia mengakui, ditemukan cukup banyak tangkapan sumber mata air yang tidak dilindungi pada pembangunan sarana air yang dikerjakan pemerintah. Selain itu, banyak ditemukan proyek pembangunan sarana air yang tidak melakukan proses penyaringan air sesuai standar kesehatan. Untuk itu, pembangunan sarana air untuk masyarakat ke depan, harus berwawasan kesehatan. Di Kupang Serangan penyakit diare juga meluas di Kota Kupang. Ini terlihat di RSU Prof Dr WZ Yohannes Kupang dan beberapa puskesmas lainnya, ketika Pembaruan melakukan pemantauan Selasa (9/8) pagi. Di RSU, bangsal kelas II wanita maupun kelas II laki-laki dimanfaatkan untuk menampung pasien anak yang terserang diare. Pasalnya, jumlah anak-anak yang terserang diare, cenderung bertambah dari hari ke hari. Para perawat pun sibuk memberikan pelayanan kesehatan kepada para pasien. Dan, di antara perawat itu ada juga yang sedang berbicara dengan orangtua pasien. Mereka menanyakan perkembangan kesehatan pasien tersebut. Sementara di bangsal anak kelas I, II dan III, para perawat tampak sibuk menangani para pasien diare. Di Puskesmas Pasir Panjang, masyarakat berjubel di ruang tunggu. Mereka tampak antre menunggu pelayanan kesehatan, terutama untuk anak-anak yang sedang menderita sakit. Di antara anak-anak yang menunggu giliran diperiksa, ada yang menderita infeksi saluran rata ibu-ibu ini tampak setia menunggu giliran untuk diperiksa. Pemandangan yang sama terlihat juga di Puskesmas Sikumana. (120) Post Date : 09 Agustus 2005 |