Korban Banjir Terpaksa Makan Batang Pisang

Sumber:Koran Tempo - 02 Januari 2008
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Bojonegoro -- Banjir Bengawan Solo mulai berangsur surut, tapi hingga kemarin puluhan ribu korban banjir di Bojonegoro, Jawa Timur, masih mengungsi. Bahkan ada yang terisolasi. Mereka sudah dua hari melahap batang pisang muda karena kelaparan.

Koresponden Tempo menelusuri dua titik lokasi pengungsi yang hingga kemarin belum dilakukan evakuasi. Di antaranya terdapat 33 ribu pengungsi di Kecamatan Kali Tidu, Bojonegoro. Di sini tercatat 20 desa dari total 24 desa direndam air Sungai Bengawan Solo yang meluap sejak 28 Desember lalu.

Kawasan itu dikenal sebagai lumbung padi Bojonegoro. Penanaman padi di sana tidak mengenal musim. Sebab, Bengawan Solo menjadi sumber airnya.

Sebagian besar pengungsi dari Kali Tidu ini menempati area pinggir jalan sepanjang 8 kilometer ruas jalan Cepu-Bojonegoro. Mereka berlindung di dalam tenda. Beberapa pengungsi juga membawa ternak mereka. Ada juga yang menjemur gabah yang sudah terendam.

Setidaknya sekitar 2.500 pengungsi Kali Tidu terisolasi di Dusun Bedahan, Desa Sudu. Dua hari mereka terkurung banjir setinggi 3 meter tanpa kiriman bantuan logistik. Untuk bertahan hidup, warga terpaksa memakan batang muda pohon pisang dan singkong mentah. Menurut Kepala Desa Sudu Rasmijan, tim bantuan baru bisa masuk menggunakan perahu karet setelah air mulai surut.

Titik pengungsian lainnya berada di Cepu, Blora. Di sini ada 17 ribu pengungsi, yang berasal dari sembilan desa yang terendam banjir. Sekitar 4.000 korban banjir masih terisolasi hingga kemarin.

Banjir setinggi 2 meter mengurung permukiman warga Desa Nganjuk, Sumberpitu, Getas, dan Gadon. Karena belum bisa keluar dari kepungan banjir, petugas SAR Blora berupaya mendistribusikan makanan ke empat desa tersebut.

Puluhan ribu pengungsi itu juga mulai diserang penyakit, terutama anak-anak. Buruknya persiapan sanitasi di lokasi pengungsian menjadi salah satu penyebabnya. Di beberapa tempat, anak-anak tidur bercampur hewan ternak. Mereka kini terancam diare dan demam. "Ancaman penyakit memang sudah kita rasakan," kata Henny Indrianti, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Blora.

Hingga kemarin, Kota Bojonegoro masih terendam banjir setinggi betis orang dewasa. Tim SAR Nasional mengerahkan tiga helikopter untuk mendistribusikan mi instan dari udara untuk korban banjir yang mengungsi. Namun, di lokasi pengungsian, warga lebih membutuhkan makanan siap saji karena tidak ada bahan bakar dan air bersih untuk memasak mi.

Menurut Mulyono, Koordinator Pengendalian Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo, untuk wilayah eks Karesidenan Bojonegoro, banjir besar sudah tiga kali terjadi selama 50 tahun terakhir. Sebelumnya terjadi pada 1965 dan 1993. SUDJATMIKO



Post Date : 02 Januari 2008