|
Sanggau, Kompas - Korban bencana banjir yang melanda sejumlah kabupaten di Kalimantan Barat mulai kesulitan mendapatkan makanan karena lokasi permukiman mereka terisolasi dengan daerah lain. Selain itu, karena berhari-hari tubuh mereka terendam air, kondisi fisik para korban mulai turun, bahkan beberapa di antaranya mulai terserang penyakit. Berdasarkan pemantauan Kompas di Kabupaten Sanggau, Kabupaten Landak, dan Kabupaten Pontianak sepanjang Minggu (9/1), banjir masih menggenangi permukiman penduduk dengan ketinggian air satu sampai dua meter. Di Kabupaten Pontianak, misalnya, banjir menggenangi Kecamatan Mempawah Hilir dan Kota Mempawah, ibu kota Kabupaten Pontianak. Selain menggenangi perkantoran dan sekolah, banjir akibat luapan Sungai Mempawah ini juga merendam rumah-rumah penduduk, paling parah di Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir. Di Desa Pasir, permukiman yang dihuni 1. 076 keluarga atau 5.034 jiwa sudah sepekan terendam air. Meski demikian, sebagian besar penduduk bertahan di rumah-rumah panggung karena harus menjaga harta dan ternak mereka. Ketika air naik hingga ke dalam rumah, mereka membuat panggung darurat dari papan. Kini persediaan makanan mereka semakin menipis. "Karena warga tetap bertahan di dalam rumah, petugas kesehatan sulit memantau kondisi kesehatan mereka. Padahal, beberapa warga sudah mulai mengeluh sakit, terutama demam, batuk, dan gatal-gatal," kata Kepala Desa Pasir, M Sood M Saleh. Banjir yang terjadi di Desa Pasir, kata Sood, menyebabkan penduduk desa terisolasi dari daerah lain. Akses ke luar daerah itu hanya bisa dilakukan dengan menggunakan perahu. Tahanan dipindah Banjir yang menggenangi Kabupaten Sanggau, sekitar 400 kilometer dari Kota Pontianak, menyebabkan enam tahanan Kepolisian Resor Sanggau terpaksa dipindah ke Kepolisian Sektor Kapuas. Di Kabupaten ini banjir antara lain menggenangi Kecamatan Mokok, Tayan Hilir, Kapuas, dan Kecamatan Tayan Hulu. Ribuan siswa dari delapan sekolah dasar dan satu SLTP terpaksa diliburkan sejak Sabtu lalu karena sebagian besar sekolah terendam banjir. Banjir yang disebabkan meluapnya Sungai Kapuas dan Sungai Sekayam ini juga telah melumpuhkan aktivitas ekonomi masyarakat. Selain transportasi umum lumpuh, petani juga tidak bisa mengambil getah karet sebagai sumber utama nafkah mereka. "Padahal, jika tidak menyadap karet, berarti kami tidak mendapat penghasilan," kata M Zahri (58), warga Desa Setapok, Kecamatan Kapuas, yang sehari biasanya menyadap lima kilogram karet seharga Rp 20.000. Sementara di Kabupaten Landak, banjir akibat meluapnya Sungai Landak antara lain terjadi di Kampung Raja, Kecamatan Ngabang. Lampung Timur Ratusan hektar lahan jagung dan padi di Desa Gunung Agung, Kecamatan Sekampung Udik, Lampung Timur, Provinsi Lampung, juga terendam air Sungai Hui, "Kami terpaksa memanen sebelum waktunya. Akibatnya, hasil panen berkurang lebih dari 50 persen. Kalau biasanya satu hektar kami memperoleh jagung hingga lima ton, karena banjir ini hasilnya paling banyak hanya dua ton," tutur seorang petani di Desa Gunung Agung, Minggu kemarin. Dikatakan, tanaman jagung itu mestinya baru akan dipanen akhir Januari nanti. Desa Betakok yang berada di sebelah Desa Gunung Agung kini pun seperti berada di pulau baru. Semua warga desa yang hendak bepergian ke luar desanya terpaksa menggunakan perahu. "Sudah mirip laut saja sebagian Desa Gunung Agung ini. Beruntung kami yang tinggal di tepi jalan besar, tetapi yang tinggal di ujung-ujung atau di seberang sungai itu agak susah pergi keluar," tutur seorang warga desa. Sungai-sungai meluap Hujan yang turun tiga hari terakhir membuat sungai-sungai di Sumatera Selatan meluap. Di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ulu Timur, dan Muara Enim, luapan air sungai menggenangi desa-desa yang berada di sepanjang alirannya. Pantauan Kompas sepanjang Minggu (9/1) menunjukkan sungai-sungai yang meluap itu antara lain Sungai Ogan, Sungai Komering, dan Sungai Rambang. Di sepanjang ruas jalan raya Baturaja-Prabumulih, sejumlah desa tergenang luapan air yang berasal dari Anak Sungai Rambang. Di Desa Beringin Jaya, Kecamatan Rambang Lubai, Muara Enim, air sungai menggenangi sebuah sekolah dasar dan rumah-rumah penduduk yang berada di tepi ruas jalan utama yang menghubungkan Palembang-Baturaja. Luapan air merepotkan warga karena mereka tidak menempati rumah panggung. Sejumlah warga terpaksa menggunakan perahu sebagai alat transportasi untuk keluar rumah. Di Desa Jungai, petak- petak kebun karet milik penduduk juga tergenang air. "Sudah dua malam ini hujan deras, sungai makin penuh sampai airnya meluap," kata Soleh, seorang pengemudi kendaraan umum. Muka air Sungai Ogan dan Komering memang tampak meninggi dan berwarna coklat. "Malam Minggu air sempat naik sampai setinggi dada," tutur Abdul Muin, warga Kecamatan Martapura, ibu kota Komering Ulu Timur. Luapan air sungai di Sumsel pada bulan Januari ini diperkirakan akan mengalami puncaknya menjelang pasang tertinggi pada bulan baru. Kepala Stasiun Meteorologi Palembang Suyatim mengatakan, curah hujan di daerah Sumsel berdasarkan pantauan Stasiun Meteorologi Palembang masih normal. (FUL/JOS/DOT) Post Date : 10 Januari 2005 |