|
Kediri, Kompas - Ratusan warga korban banjir bandang di aliran lahar Gunung Kelud, Kabupaten Kediri, hingga Rabu (25/2), belum berani kembali ke rumah. Hujan dengan intensitas tinggi yang terus mengguyur membuat mereka trauma dan memilih tinggal di pengungsian di rumah sanak saudara atau emperan rumah warga lain. "Saya tidak mau mengorbankan keluarga saya. Lebih baik untuk sementara mereka tinggal di rumah saudara yang aman walaupun menumpang. Saya juga sudah mengimbau kepada warga untuk waspada," ujar Agus, Kepala Desa Gadungan, Kecamatan Puncu. Banjir bandang terjadi Senin (23/2) malam yang disebabkan meluapnya air Sungai Srinjing yang merupakan salah satu aliran lahar Gunung Kelud. Sedikitnya 240 rumah di tiga kecamatan yang dilintasi Sungai Srinjing rusak parah, terendam lumpur, dan dihantam potongan kayu-kayu besar. Lumpur dengan ketinggian mencapai 50-80 cm juga merendam jalan raya di Kecamatan Puncu sehingga menyebabkan akses jalan terputus. Sebuah jembatan di Desa Satak (Kecamatan Puncu) hanyut dan dua jembatan lainnya di Desa Nobo (Kecamatan Puncu) serta Desa Besowo (Kecamatan Kepung) rusak. Di sisi lain, upaya pemulihan akibat banjir bandang lahar dingin Gunung Kelud di wilayah Kabupaten Malang sudah langsung dilaksanakan menggunakan alat berat, Rabu (25/2). Kendala kondisi medan karena jalur jalan yang sempit dan berkelok-kelok di lokasi banjir menjadikan upaya pengiriman ekskavator ke lokasi kejadian kian sulit. "Ini jalur jalan penting menuju ke Blitar, meski memang berstatus jalur jalan kabupaten, dan bukan jalan provinsi sehingga diprioritaskan untuk dipulihkan," kata Kepala Bidang Perlindungan Masyarakat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang juga bertindak sebagai Koordinator Pelaksana Teknis Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana Alam (Satlak PBA) Kabupaten Malang Agung Sukarno. Jalur alternatif ambrol Sementara itu, separuh badan jalan jalur alternatif Caruban-Saradan di Desa Tulung, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, ambrol karena plengsengan sungai di pinggir jalan tergerus oleh derasnya aliran sungai. Bagian yang ambrol sekitar enam meter itu menutupi separuh badan sungai. Prayitno, salah satu warga Tulung, menuturkan, jalan ambrol terjadi Selasa (24/2) sekitar pukul 21.00. Saat itu arus sungai di pinggir jalan sangat deras sehingga mampu menggerus plengsengan sungai yang posisinya berada sekitar delapan meter di bawah jalan. "Setelah plengsengan sungai ambrol, separuh badan jalan ikut ambrol karena tidak ada lagi yang menopang badan jalan itu," kata Prayitno. Selepas itu terjadi, arus lalu lintas di jalan tersebut sempat dihentikan. Pasalnya, ada kekhawatiran badan jalan yang ambrol semakin luas sehingga bisa memutuskan jalur alternatif itu. (NIK/ODY/APA) Post Date : 26 Februari 2009 |