|
Bojonegoro, Kompas - Korban banjir luapan Bengawan Solo yang bertahan maupun yang mengungsi di sejumlah lokasi aman membutuhkan air bersih. Air bersih amat vital untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk memasak. Setiap banjir datang warga selalu kesulitan air bersih. Akibat sulitnya air bersih, warga terpaksa menggunakan air banjir untuk minum dan memasak. Biasanya air itu ditampung dahulu, diendapkan, dan lalu disaring. Pemanfaatan air banjir untuk memasak juga dilakukan warga Desa Jajar, Kecamatan Kartoharjo, Kabupaten Magetan, empat hari lalu. Selain untuk memasak dan minum, air bersih juga dipakai untuk keperluan lain seperti mandi, cuci, kakus. "Pantauan kami di Guyangan dan Kandangan, warga juga menggunakan air banjir untuk air minum. Kalau sumurnya masih bagus ya pakai sumur. Ada yang unik lagi, di beberapa tempat yang terisolasi, sebagian warga bertahan di rumah dan tidak mau dievakuasi," kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Kabupaten Bojonegoro Johny Nurhariyanto. Penjabat Gubernur Jawa Timur Setia Purwaka menyarankan Bupati Bojonegoro Suyoto menyediakan sistem pengolahan air bersih secara langsung. Dengan alat itu, air keruh bisa langsung diproses untuk masak dan minum. Setia Purwaka mengusulkan agar tiap kabupaten maupun kota yang selama ini menjadi langganan banjir mempunyai badan penanggulangan bencana, tidak lagi satuan penanggulangan bencana. Dengan berbentuk badan, bisa menyerap dana operasional untuk menanggulangi bencana, bukan lagi anggaran dititipkan ke dinas maupun satuan kerja masing-masing. Selain itu, warga juga membutuhkan sarana evakuasi yang saat ini dinilai sangat terbatas. Di Bojonegoro, misalnya, warga hanya menggunakan rakit dari batang pisang atau perahu kecil untuk mengevakuasi para korban banjir ke tempat lebih aman. Di lokasi pengungsian, warga berbagi tempat dengan ternak seperti terlihat di tenda-tenda di atas tanggul atau tepi rel dan Jalan Raya Bojonegoro-Cepu. Pengungsi di jalur Bojonegoro-Cepu, seperti Ngablak dan Ngulanan di Kecamatan Dander, banyak meminta sumbangan di jalan- jalan. "Sejak banjir, warga tidak punya penghasilan," kata Jupri, salah satu pengungsi. Jebol lagi Kemarin, dilaporkan sebuah rumah ambruk dan sedikitnya dua tanggul jebol lagi akibat hujan deras yang melanda Kabupaten Kediri. Namun, tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut. Hanya kerugian material yang mencapai ratusan juta rupiah. Kepala Bidang Perlindungan Masyarakat Kabupaten Kediri Sonny Djoko Soeyono mengatakan, dua tanggul yang jebol itu terdapat di Sungai Bruni di Desa Tambibendo, Kecamatan Mojo, dan tanggul anak Kali Konto di Kecamatan Badas. Akibat kejadian tersebut, sejumlah saluran irigasi rusak parah. Ratusan hektar sawah juga kembali terendam. Selain itu, sawah-sawah yang berada di tebing-tebing sungai juga longsor dan hanyut terbawa banjir. Sebuah rumah ambruk di Desa Tiron, Kecamatan Banyakan, Kabupaten Kediri. Rumah milik Ponisah (45), seorang buruh tani, fondasinya longsor. Posisi rumah tersebut berada di ketinggian tebing dengan tinggi sekitar 3 meter. Adapun permukaan air Sungai Brantas yang mesti diwaspadai, yakni di sekitar Kabupaten Mojokerto, Rabu, tercatat masih dalam kondisi normal. Namun, menurut Sutrisno, penjaga pintu air Bendung Lengkong Baru, yang dikhawatirkan adalah kiriman air dari Kediri dan Nganjuk. (ACI/NIK/INK) Post Date : 05 Februari 2009 |