|
Bandung, Kompas - Koordinasi pemerintah pusat dan daerah dalam mengatasi endapan di Laguna Segara Anakan dan Sungai Citanduy dinilai masih minim. Akibatnya, pengendapan lumpur terus meningkat dan menimbulkan banjir bagi kawasan di sekitarnya. Demikian dikemukakan oleh Kepala Subbidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat Rudi Machmud, Senin (3/1). Penanganan sedimentasi di Laguna Segara Anakan dan Sungai Citanduy yang membutuhkan kerja sama antara pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat hingga kini belum optimal. "Masalah sedimentasi di Segara Anakan dan Sungai Citanduy sudah sangat mendesak untuk diselesaikan. Tetapi, hingga kini tidak ada kelanjutan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah untuk mengatasi sedimentasi di Segara Anakan dan sekitarnya," ujar Rudi menandaskan. Sungai Citanduy yang memisahkan Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah merupakan salah satu sungai yang bermuara di Laguna Segara Anakan. Menurut catatan Segara Anakan Conservation Development Programme (SACDP), Sungai Citanduy menyumbang sedimen berupa lumpur, pasir, dan sampah berkisar 0,77 juta meter kubik setiap tahun ke Segara Anakan. Dalam beberapa hari terakhir ini sejumlah kawasan di Kecamatan Padaherang, Kecamatan Kalipucang, dan Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, dilanda banjir hingga setinggi lutut. Aliran anak sungai Citanduy, yaitu Sungai Ciseel, Sungai Cirapuan, dan Sungai Palimpahan, meluap dan menggenangi puluhan rumah dan ratusan hektar sawah milik warga. Banjir serupa juga dialami warga di lima desa di kecamatan Wanaraja, Cilacap, Provinsi Jawa Tengah, akhir Desember. Puluhan rumah penduduk Desa Tarisi, Adimulya, Bantar, Malabar, dan Desa Laimbangan tergenang banjir. Menurut catatan Kompas, banjir itu disebabkan meluapnya Sungai Citanduy. Demikian pula Segara Anakan dalam kondisi kritis karena mengalami penyempitan akibat sedimentasi. Sedimen tersebut dikirimkan beberapa sungai yang bermuara di Segara Anakan, antara lain Citanduy, Cibeureum, Palindukan, Cimeneng, dan Cikonde. Setiap tahun pengendapan berkisar satu juta meter kubik dan sekitar 74 persen di antaranya berasal dari Sungai Citanduy. Rudi mengharapkan pemerintah pusat dan pemda segera melakukan koordinasi untuk mengatasi sedimentasi di Laguna Segara Anakan dan sungai- sungai yang bermuara di Segara Anakan. Upaya yang bisa dilakukan antara lain melalui normalisasi sungai, seperti pengerukan endapan secara efektif, pembuatan tebing sungai, pembenahan alur-alur sungai, dan pembuatan waduk-waduk pengendali banjir. Rudi mengatakan, pemerintah pernah berencana untuk menyudet Sungai Citanduy sepanjang tiga kilometer ke Teluk Nusawere. Tujuannya adalah mengalihkan muara Sungai Citanduy dari Segara Anakan ke Teluk Nusawere yang terletak 300 meter arah barat Segara Anakan. Proyek sudetan yang digulirkan sejak tahun 1997 tersebut dibiayai melalui dana pinjaman dari Bank Pembangunan Asia (ADB) senilai Rp 50 miliar, dan Rp 30 miliar sisanya ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, pelaksanaan proyek sudetan Sungai Citanduy mengalami penundaan dan akhirnya dihentikan menyusul berakhirnya masa pinjaman dana dari ADB September 2004. Kegiatan penghijauan dan bangunan pengendali erosi yang dijadwalkan berlangsung tahun 2004-2005 dibatalkan menyusul pembatalan kucuran dana bantuan senilai Rp 3,5 miliar dari ADB. (LUQ/AYS) Post Date : 04 Januari 2005 |