|
BEKASI Pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat, menjelang berakhirnya perjanjian kerja sama antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI mencapai titik terang. Ketidakjelasan sikap Pemkot Bekasi yang selama ini dituntut, mulai terlihat dari adanya konsep kerja sama yang akan ditawarkan kepada Pemprov DKI. "Drafnya sudah siap. Di dalam draf itu, tertuang konsep dari pihak DKI dan dari pihak Bekasi. Rencananya, setelah ini saya akan bertemu dengan Gubernur DKI untuk membahas draf yang telah disiapkan ini," ujar Wali Kota Bekasi, Akhmad Zurfaih, di Bekasi, baru-baru ini. Setelah dibahas, lanjutnya, konsep kerja sama itu akan dibawa ke DPRD untuk dibahas dalam rapat paripurna dan kemudian disahkan. Dalam konsep kerja sama tersebut, Pemkot Bekasi mengajukan beberapa hal terkait perpanjangan pengelolaan TPA Bantar Gebang pascaberakhirnya perjanjian pertengahan Juli mendatang. Di antaranya, Pemprov DKI harus melakukan perbaikan lingkungan, pengadaan air bersih, pelayanan kesehatan masyarakat, pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan, pembebasan lahan seluas 2,3 hektare. Di tempat terpisah, penasihat masalah sampah pada Bank Dunia (World Bank) Jakarta, Ir Sri Bebasari mengatakan, masalah sampah di negeri ini sudah menjadi persoalan darurat yang masuk dalam klasifikasi UGD (unit gawat darurat) dan harus segera diatasi secara bersama terutama karena selama ini persoalan sampah masih ditangani secara sektoral dan parsial. Bukan Jakarta Semata Menurut Sri Bebasari, yang juga mantan peneliti pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), masalah sampah di Jakarta misalnya, bukan hanya persoalan Pemprov DKI Jakarta dan warga Jakarta saja, namun juga menjadi persoalan Pemda serta warga di kawasan Bogor, Tangerang, Bekasi, dan Depok. Ia menjelaskan, sampah bukan hanya dibuang oleh warga yang memiliki KTP DKI Jakarta saja, warga di luar Jakarta, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang bekerja di Ibukota negara itu juga membuang sampah di Jakarta. Ratusan ribu warga Tangerang bekerja di Jakarta dan mereka juga membuang sampah. Jadi wajar jika Pemda Tangerang seharusnya juga ikut memikirkan masalah sampah di Ibukota Negara ini. Jakarta menghasilkan rata-rata 6.000 ton sampah setiap hari dan Surabaya 2.500 ton/hari serta Bandung 2.000 ton/hari. Sri mengingatkan pula bahwa karena sifatnya yang darurat itu, maka persoalan sampah harus segera diatasi, terutama dengan penyediaan anggaran yang memadai. Sri juga menyoroti anggaran operasional pengelolaan sampah di tempat pengolahan sampah yang berkisar antara Rp 7.000-15.000/ton jauh di bawah negara lainnya misalnya di Jepang Rp 300.000/ton dan di Singapura Rp 100.000/ton. Bahkan di negara maju lainnya Rp 500.000/ton. Dengan kondisi itu apalagi budaya masyarakat yang belum menghargai kebersihan maka persoalan sampah di negeri ini makin sulit diatasi. Sementara Direktur Eksekutif WALHI Jakarta, Slamet Daroyni mengatakan, ada enam aspek dalam pengelolaan sampah yang harus diperhatikan. Keenam aspek itu adalah kelembagaan, dasar hukum, partisipasi masyarakat, teknologi, dana, dan aspek budaya. [N-6/P-11] Post Date : 28 Juni 2006 |