|
PERISTIWA meledaknya tumpukan sampah di lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah pada 21 Februari 2005 dini hari yang menyebabkan puluhan orang meninggal tertimbun tumpukan sampah merupakan akibat ledakan gas yang dihasilkan dari proses dekomposisi sampah. Tingkat konsentrasi di mana gas potensial untuk meledak disebut limit ledakan (explosive limit). Potensi bagi suatu gas untuk meledak ditentukan oleh batas bawah ledakan atau disebut the Lower Explosive Limit (LEL) dan batas atas ledakan atau disebut Upper Explosive Limit (UEL). LEL dan UEL diukur dari persentase suatu gas di udara berdasarkan volume. Pada konsentrasi di bawah LEL dan di atas UEL, suatu gas tidak meledak. Jadi suatu bahaya ledakan dapat terjadi jika suatu gas berada pada konsentrasi di udara antara LEL dan UEL. Di sinilah percikan api berasal. Gas Metana meledak saat berada pada ambang antara 5 persen LEL dan 15 persen UEL dari volume udara. Metana dapat juga menjadi suatu bahan yang mudah meledak (asphyxiant) jika konsentrasinya berlebihan. Gas sampah TPA mempunyai potensi meledak oleh perpindahan dari sampah dan berakumulasi di tempat tertentu. Peristiwa di TPA Leuwigajah diperkirakan dimulai dengan turunnya hujan lebat menyebabkan lereng bukit sampah longsor mengingat kemiringannya yang curam. Adanya hujan turun juga berakibat pergerakan gas sampah TPA yang tidak dapat naik ke atas karena temperatur rendah sehingga pergerakan ke arah horizontal. Hal ini menyebabkan konsentrasi gas metana di TPA menjadi jenuh. Yang menyebabkan terjadinya ledakan gas sampah TPA karena konsentrasi gas metana yang tinggi disertai longsor yang terjadi berakibat terjadinya percampuran antara gas metana yang keluar dari timbunan sampah dan oksigen di udara sekitarnya. Untuk mengetahui lebih jauh kita perlu mengenal karakteristik dan bahaya dari gas yang dihasilkan sampah di tempat pembuangan sampah (TPA). Gas sampah TPA ini terdiri dari suatu campuran berbagai macam gas. Berdasarkan volume, gas sampah TPA terdiri dari sekitar 40 persen-60 persen gas karbon dioksida dan 45 persen-60 persen gas metana. Gas sampah TPA juga berisi sejumlah kecil persentase dari gas nitrogen, oksigen, ammonia, sulfida, hydrogen, karbon monoksida, dan senyawa organik nonmetana, (non methane organics compounds = NMOCs). Contohnya Tri Chloroethilen, Benzena, dan Vinyl-Chlorida. Gas sampah TPA dihasilkan oleh tiga proses, yaitu dekomposisi oleh bakteri, penguapan, dan reaksi kimia. Kecepatan dan volume gas sampah TPA yang dihasilkan pada suatu lokasi TPA bergantung atas komposisi, umur sampah, oksigen, kadar air, dan temperatur setempat. Konsentrasi dan pergerakan gas sampah TPA dapat berubah cepat (dalam hitungan jam) dalam merespons perubahan kondisi di atmosfer dan permukaan bumi. Tekanan atmosfer lebih tinggi dapat membuat pergerakan vertikal ke atas dari gas sampah TPA. Hujan dapat menjenuhkan butiran udara di permukaan tanah yang kemudian mengurangi/menghambat gerakan vertikal ke atas dan meningkatkan gerakan ke arah horizontal. Peristiwa ledakan gas di atas sebenarnya dapat dicegah dengan membuat saluran ventilasi gas sampah dari batu kerikil dari arah vertikal maupun horizontal di TPA tersebut. Namun, pengalaman menunjukkan jika dipakai pipa PVC sebagai saluran ventilasi, maka pipa PVC tersebut akan hilang diambil oleh para pemulung yang ada di TPA. R Julianto Mahasiswa S3 PS-PSL Sekolah Pascasarjana IPB Post Date : 29 Maret 2005 |