|
PEMERINTAH Kabupaten Magelang akan menjual air dari sejumlah mata air di wilayahnya ke Yogyakarta. Air tersebut akan disalurkan untuk PDAM Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Berdasarkan data di Akademi Teknik Tirta Wiyata Magelang, tiga PDAM di DIY (Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul) tercatat kekurangan air minum sejumlah 399 liter/detik pada 2005. Berikutnya, pada 2010 meningkat menjadi 876 liter/detik, 2015 naik 1.416 liter/detik, dan berikutnya menjadi 2.011 liter/detik pada 2020. Jelas, Yogyakarta membutuhkan air baku tambahan, yang ketersediaan di wilayahnya sangat terbatas, baik dari mata air maupun sumur. Sementara itu instalasi pengolahan (treatment) dari sungai mahal, baik dari segi konstruksi maupun operasionalnya. Ketiga pemkab/pemkot di DIY tersebut, telah mempunyai perjanjian kerja sama di bidang pengelolaan air bersih. Berkait dengan tarif air, dapat dihitung berdasarkan investasi yang dibutuhkan, mulai dari perencanaan, konstruksi, operasi, sampai pemeliharaan dan lain-lain, sehingga akan muncul angka besarnya investasi. Investasi dari Magelang sampai Yogyakarta, dapat dilakukan oleh satu konsorsium atau dibagi dua. Dari Magelang sampai Tempel (Sleman), tanggung jawab Pemkab Magelang; kemudian Tempel sampai dengan pelanggan, tanggung jawab DIY. Operasional dan Pendapatan Hasil penjualan air tersebut, akan menjadi pendapatan bagi Pemkab Magelang. Sebelumnya, harus dihitung dana konservasi, dana lingkungan/sekitar sumber, retribusi air bawah tanah (ABT) ke Pemprov, serta retribusi jalur pipa dan operasional pemeliharaan. Perhitungan air terjual, dilakukan di perbatasan Magelang-Yogyakarta, misalnya di Tempel. Meter air harus akurat, dan dilakukan kalibrasi/tera sesuai dengan ketentuan. Akurasi meter sangat menentukan, karena bila meleset 2 % saja, berarti ada jutaan meter kubik air yang tidak tercatat selama masa investasi. Alokasi dana yang tepat dengan pelaksanaan yang konsisten, dapat terlaksana apabila didukung oleh tim yang kapabel. Misal tim maintenance, tim konservasi, dan tim lainnya yang dibentuk secara khusus. Maintenance berupa penanggulangan kehilangan air, ditempuh karena akan mengurangi air yang tidak berekening (hilang/tidak menjadi pendapatan). Misal, akibat kebocoran pada pipa, accesories pipa, maupun sambungan ilegal di luar jalur khusus yang memang diperuntukkan bagi masyarakat secara resmi. Tim itu dapat melakukan penanggulangan kehilangan air secara aktif, bukan pasif hanya menunggu laporan dari masyarakat tentang adanya kebocoran pipa. Patroli pipa secara rutin, mempelajari gejala lingkungan, serta tindakan leak detection and repair/LD-R (pendeteksian kebocoran air dan perbaikan) adalah tugas tim tersebut. Konservasi Mata Air Hal yang penting adalah konservasi mata air, dengan langkah awal melakukan penelitian detail daerah tangkapan air (catchment area). Hasil dari penelitian itu, di antaranya hidrograf muka air tanah, peta kontur muka air tanah, kedalaman muka air tanah, model air tanah, serta pencatatan secara rutin, termasuk penentuan zona. Zona I adalah zona di sekitar mata air, dengan jari-jari 10 sampai 15 meter. Pada zona itu, harus dibebaskan dari segala kegiatan. Zona II, jari-jari 100-150 meter; dan zona III adalah sama dengan luasan daerah tangkapan air. Program penanaman dan pemeliharaan pohon di catchment area, serta pembuatan sumur-sumur resapan dan embung-embung, dapat dilakukan sebagai kelanjutan penelitian. Tim khusus yang menangani konservasi, akan mendukung terlaksananya program tersebut. Program itu, dapat dilaksanakana dengan konsep keseimbangan pengelolaan sumber daya air. Dengan konsep tersebut, dapat terwujud pemanfaatan yang optimal, kuantitas dan kualitas air terjaga, tidak terjadi permasalahan sosial, dan terjadi peningkatan pendapatan daerah. Oleh: Awaluddin Setya Aji -Penulis adalah Dosen Akademi teknik Tirta Wiyata Magelang dan Tenaga Ahli Village Planning, Rehabilitation and Reconstruction for Aceh and Nias, 2005. Post Date : 30 November 2005 |