Kompor Berbahan Bakar Sampah

Sumber:Kompas - 13 November 2009
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Gas metana memiliki dampak pemanasan global 21 kali lipat dahsyatnya dibandingkan dengan karbon dioksida. Gas ini banyak dihasilkan dari proses pelapukan biomassa di sekitar kita. Namun, daya rusaknya terhadap lapisan ozon mudah dikurangi dengan cara mengubahnya menjadi energi yang dikenal sebagai biogas atau gas bio.

Soelaiman Budi Sunarto, pendiri PT Agro Makmur di Kabupaten Karangnyar, Jawa Tengah, melakukan hal tersebut. Baru-baru ini ia berhasil merancang alat yang diberi nama albakos, singkatan dari alat biogas konsumsi sampah. Sampah dikonsumsi untuk menghasilkan energi.

Albakos berupa tungku pembakaran tertutup atau tidak sempurna (anaerob). Bahan bakarnya harus berupa sampah organik atau disebut biomassa yang kering, seperti jerami, sekam padi, ranting pohon, kayu, ataupun limbah organik lain (seperti kulit durian, kertas, atau potongan rambut dari tukang pangkas rambut).

Albakos, karya inovator yang pernah dianugerahi ”Usaha Kecil dan Menengah Award” (2008), ”Enterpreneur Award” (2006), ”Agrobisnis Award” 2004 tingkat nasional, ini ukurannya tidak terlampau besar. Tinggi albakos 95 sentimeter, berdiameter 50 sentimeter, dan berbobot 60 kilogram.

Alat albakos mudah diaplikasikan. Bukan hanya untuk skala rumah tangga di pedesaan, melainkan juga warga perkotaan juga dapat mengadopsinya.

Biomassa di pedesaan sangat melimpah, seperti jerami dan sekam padi. Namun, di perkotaan juga mudah ditemui biomassa kering, seperti ranting pepohonan, kertas, atau rambut dari pemangkas rambut.

”Sampah berupa potongan rambut manusia itu sangat bagus menghasilkan biogas,” kata Suryadi, peneliti dari Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), yang turut membantu kegiatan riset PT Agro Makmur.

Produksi listrik

Budi mengatakan, albakos dapat digunakan dengan cepat untuk menghasilkan biogas. Hanya menunggu sekitar tujuh menit, biogas dapat diperoleh dari albakos. Yaitu setelah sumber panas dirambatkan (bukan dibakar) pada biomassa kering di dalam albakos yang ditutup rapat-rapat. Biogas yang dihasilkan lalu dialirkan melalui pipa.

”Sampah kering 6 kilogram di albakos menghasilkan biogas yang dapat menyalakan kompor selama dua jam,” ujar Budi.

Selain itu, biogas dari albakos bisa menyalakan generator listrik berkapasitas 1.000 watt. Namun, untuk membangkitkan listrik dengan generator, kandungan metana di dalam biogas harus dimurnikan terlebih dahulu dengan alat purifikasi. ”Purifikasi itu juga mudah dibuat sendiri,” kata Suryadi.

Pembuatan alat purifikasi dengan cara mengaktifkan batuan bentonit atau zeolit supaya dapat mengikat senyawa selain metana di dalam biogas.

Senyawa di dalam biogas selain metana (46-50 persen), juga terdapat karbon dioksida (25-45 persen), hidrogen (1-5 persen), hidrogen sulfida (0-3 persen), nitrogen (0-0,3 persen), dan oksigen (0,1-0,5 persen).

Cara mengaktifkan bentonit atau zeolit dengan cara memanaskannya sampai suhu 300 derajat celsius. Bahan itu kemudian didinginkan dan dikemas dalam wadah tertentu sehingga menjadi alat purifikasi yang dihubungkan dengan pipa saluran biogas dari albakos. Biogas yang melewati alat purifikasi ini menjadi metana yang mendekati kadar murni untuk menggerakkan generator listrik.

”Untuk menunjang penyaringan metana murni, dibutuhkan membran kasa mikron yang mudah dibeli di toko-toko bahan kimia,” ujar Suryadi.

Budi mengatakan, penggunaan biomassa, seperti sekam padi, dapat memberi pendapatan samping berupa abu bahan pupuk organik.

Menurut Suryadi, biogas dapat dihasilkan dengan albakos secara terus-menerus. Caranya adalah dengan selalu mengisikan biomassa kering secara berkesinambungan.

Albakos yang dirancang Budi sudah dipasarkan dengan harga Rp 4 juta. Satu unit albakos dilengkapi dengan dua kompor dan kipas angin kecil yang digerakkan dengan baterai berkapasitas 25 watt di bawah tungku.

”Supaya lebih sederhana, bisa dibuat dengan drum bekas. Ukuran yang lebih besar juga memungkinkan produksi biogas lebih banyak lagi,” kata Suryadi. Nawa Tunggal



Post Date : 13 November 2009