|
BILA melihat "perilaku" petani, sepertinya preman air memang sudah menjadi "profesi" sebagian orang. Betapa tidak? Petani sudah terbiasa membayar preman. Selain enggan berurusan dengan mereka, air juga merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan. Munculnya preman air yang meresahkan petani di wilayah Klaten, diduga karena ulu-ulu yang semula betugas mengatur masalah air pertanian, kini tidak ada lagi. Tugasnya dimasukkan dalam salah satu tugas kepala urusan (kaur) pemerintahan desa. Akibatnya, pelaksanaan pengaturan air di desa menjadi kurang maksimal. Wajar, kalau tidak adanya ulu-ulu dituding menjadi salah satu penyebab maraknya preman air. Tapi, benarkah desa tak punya kewenangan untuk mengatasi masalah itu? Menurut Kabag Pemerintahan Pemkab Klaten, Bambang Sulistyanto SSos, sebenarnya desa diperbolehkan mengangkat petugas teknis sesuai dengan kebutuhan desa yang bersangkutan. Kalau mereka membutuhkan pelaksana teknis pengairan, maka bisa dibentuk ulu-ulu. Hal itu diatur dalam Perda 13/2002 tentang Struktur Organisasi Pemerintahan Desa. Perda tersebut mengacu Peraturan Pemerintah (PP) 76/2001 tentang pedoman Umum Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. "Sebagian besar Kades tidak melakukan penyesuaian perangkat yang dibutuhkan desanya. Mereka berusaha memaksimalkan fungsi kaur yang sudah ada. Padahal kalau mau membentuk ulu-ulu, prosesnya mudah," kata Bambang. Dia menambahkan, sejak berlakunya Undang-Undang (UU) 5/1979 tentang Pemerintahan Desa, ulu-ulu tidak ada lagi. Ada desa yang memasukkan tugas administrasi pengairan ke dalam tugas kaur pemerintahan atau kaur pembangunan. Padahal sebenarnya, hal itu keliru. "Sejak itu, seperti terjadi kekosongan. Tugas ulu-ulu tidak ada yang memegang. Para kaur hanya mengurus masalah administrasi pengairan, dan itu sebenarnya tidak cukup. Kalau memang membutuhkan ulu-ulu, ya segera saja dibentuk," tegasnya. Bila desa ingin membentuk ulu-ulu, prosesnya mudah. Bagian pemerintahan bersedia membantu prosesnya. Tapi karena desa merupakan daerah otonomi asli, maka pengangkatan ulu-ulu tersebut harus digaji dengan bengkok. "Sayangnya, Perda 13/2002 belum dilaksanakan secara optimal. Mungkin karena terbatasnya kas desa, atau bengkok sudah habis untuk penyelenggaraan desa. Jadi, Kades tidak berani mengangkat petugas teknis," kata Bambang. Pemkab Klaten sebenarnya ingin menyosialisasikan masalah tersebut ke desa-desa agar dipahami dengan benar. Sekarang, setelah adanya UU 32/2004, Pemkab berencana memperbarui Perda yang saat ini berlaku, dengan memperjelas kemungkinan pembentukan petugas teknis yang dibutuhkan desa, seperti ulu-ulu. Komisi Irigasi Anggota DPRD Klaten, dokter hewan Suharna menilai, munculnya preman air itu karena fungsi ulu-ulu tidak dilaksanakan secara maksimal oleh kaur. Dia mengusulkan agar fungsi ulu-ulu di tiap desa dihidupkan lagi, agar preman air tak lagi menekan para petani. Di sisi lain, upaya penertiban terhadap preman air juga telah dilakukan dengan pembentukan komisi irigasi. Untuk tingkat kabupaten melibatkan Kapolres, sedangkan untuk tingkat Kecamatan melibatkan Muspika sebagai anggotanya. "Kami sudah berusaha mencari pemecahan masalah preman air, dengan mengadakan komisi irigasi di tingkat kecamatan. Komisi tersebut sudah satu tahun dirintis, tapi kiprahnya memang belum tampak, karena sejauh ini masih dalam tahap sosialisasi," kata Kasubdin Pengairan DPU Klaten, Ir Joko Wiryanko. Salah satu anggota komisi irigasi kecamatan adalah Kapolsek. Dialah yang diharapkan menjalankan fungsi pengamanan irigasi dari para preman di wilayahnya. Bila Komisi Irigasi dapat berjalan dengan baik, besar kemungkinan masalah preman air dapat diselesaikan. Sementara itu di beberapa daerah, seperti Karangdowo dan Cawas, pengaturan air ditangani oleh Paguyuban Petani Pengguna Air (P3A). Tapi petani tetap ditarik biaya untuk mengairi sawahnya, walau tidak sebesar tarif preman air. Menanggapi tarikan biaya pengairan sawah yang dilakukan petugas P3A, Joko Wiryanko mengatakan, hal itu berbeda dengan pungutan yang dilakukan preman air. Pungutan yang ditarik P3A, sifatnya positif. (Merawati Sunantri-18a) Post Date : 10 Mei 2005 |