|
Jakarta, Kompas - Meski terjadi penolakan keras hingga terjadiberujung kerusuhan pada 22 November lalu, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat RI tetap mendukung uji coba Tempat Pengolahan Sampah Terpadu di Bojong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hanya saja, Komisi II memberikan persyaratan tegas, agar uji coba itu mempertimbangkan efek psikologis masyarakat setempat. Demikian pernyataan Komisi II DPR RI yang disampaikan Ketua Komisi Ferry Mursyidan Baldan dalam rapat dengar pendapat dengan jajaran Pemprov DKI Jakarta dan Jawa Barat, Selasa (30/11) pagi. Rapat Komisi II menghadirkan jajaran Pemprov DKI yang dipimpin Wakil Gubernur DKI Fauzi Bowo, sedangkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dipimpin Wakil Gubernur Nu'man Abdulhakim. Juga, pihak PT Wira Guna Sejahtera selaku pengelola TPST Bojong. Komisi II mengharapkan adanya komunikasi dan koordinasi lebih intensif antara Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Pemerintah Kabupaten Bogor sesuai dengan kewenangan masing-masing, untuk mencari kebijakan dan solusi terbaik terhadap TPST Bojong. Komisi II meminta Pemprov DKI dan Jawa Barat, serta Kabupaten Bogor untuk melakukan musyawarah dan membahas perjanjian kerja sama TPST Bojong secara komprehensif dengan memerhatikan kepentingan masyarakat, serta tidak mengganggu kehidupan masyarakat. Selanjutnya, Komisi II menyetujui kelanjutan program uji coba TPST Bojong. Hal itu dilakukan, agar tidak terjadi lagi kesalahpahaman masyarakat terhadap pengelola sampah. Sementara, dalam rapat dengar pendapat antara Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi III DPR RI membahas masalah-masalah aktual terkait pelanggaran HAM, termasuk kerusuhan di TPST Bojong, Komisi III menekankan agar penyelidikan terhadap pelanggaran HAM terus diupayakan. Hasil rapat Komisi III yang dibacakan Ketua Komisi III Akil Mochtar menyebutkan, Komnas HAM diminta merespons secara cepat, adil, transparan, dan tidak diskriminatif terhadap seluruh peristiwa yang berpotensi terjadinya pelanggaran HAM. Komnas HAM harus mengoptimalkan fungsi penyelidikan itu. Ketua Komnas HAM Abdul Hakim Garuda Nusantara menjelaskan, "Komnas HAM masih memantau dan mengkaji kasus kerusuhan TPST Bojong. Jika telah ditemukan indikasi pelanggaran HAM, Komnas HAM akan menindaklanjuti dengan penyelidikan secara intensif." Presiden Direktur PT WGS Sofyan Hadi Wijaya mengatakan, peristiwa perusakan TPST Bojong tampaknya sudah terencana. Atas kerusuhan yang merusak sebagian mesin pengolah sampah, PT WGS menderita kerugian mencapai sekitar Rp 8 miliar. Persetujuan Anggota Komisi III Endang Kosasih, mantan Ketua DPRD Kabupaten Bogor yang pernah memberikan persetujuan pembangunan TPST Bojong, memahami ketakutan masyarakat terhadap timbulnya pencemaran lingkungan. Itu terjadi, karena tidak pernah ada sosialisasi intensif dari pengelola maupun pemerintah. "Jika persoalan ini berlarut-larut, kita tidak akan pernah tahu, apakah teknologi balapress yang ditawarkan PT WGS itu sangat cocok atau tidak diterapkan di Indonesia?" jelas Endang. Secara tegas, Fauzi Bowo meminta waktu sekitar tiga bulan untuk proses uji coba TPST Bojong. Namun, akibat kerusuhan 22 November 2004 yang menimbulkan berbagai kerusakan peralatan TPST, saat ini belum ditetapkan waktu untuk rencana uji coba tersebut. "Proses uji coba akan dijadikan alat evaluasi kelayakan TPST Bojong. Tim independen yang terdiri atas pakar dan pemerhati lingkungan akan memantau pengoperasiannya," kata Fauzi. Fauzi mengatakan, masyarakat hendaknya memahami sistem pengolahan sampah TPST Bojong akan diupayakan untuk menekan dampak pencemaran lingkungan. Fauzi mengatakan, kepolisian juga diminta mengusut tuntas peristiwa kerusuhan 22 November 2004. Pada saat itu direncanakan untuk mengawali proses uji coba TPST Bojong, namun sekelompok warga yang menolak rencana pengoperasian TPST Bojong menimbulkan kerusuhan. Wakil Gubernur Jawa Barat Nu'man Abdulhakim mengatakan, pengelolaan sampah itu harus diawasi lembaga independen. Kalau hasilnya merugikan masyarakat, pengelolaan sampah itu harus dihentikan. Sekitar 20 warga Bojong yang bersedia menerima keberadaan TPST juga tampak mengikuti rapat dengar pendapat. Beberapa di antaranya menyatakan kepada Kompas, menolak setiap tindakan anarkis atas keberadaan TPST Bojong. "Setidaknya, TPST Bojong akan memberikan lapangan pekerjaan bagi warga," kata Kosim, warga RT 01 RW 01 Bojong, Kecamatan Kelapanunggal. Memberi kesempatan Secara terpisah, seusai menerima gelar doktor honoris causa dari Universitas Trisakti Jakarta, Selasa (30/11), mantan Gubernur DKI Jakarta (tahun 1966-1977) Ali Sadikin meminta kepada warga Bojong, agar memberi kesempatan kepada PT WGS untuk mengoperasikan TPST Bojong. "Tolong buktikan dulu, apakah TPST itu menyebabkan pencemaran atau tidak? Jangan seperti sekarang, belum-belum sudah menolak karena takut terjadi pencemaran seperti di Bantar Gebang," kata Ali. Ali menilai, kekhawatiran warga Bojong tidak masuk akal. Pasalnya, sampah dari Jakarta akan dibawa dengan truk tertutup untuk kemudian diolah di tempat itu. "Jadi tidak ada yang namanya pencemaran. Bahkan, TPST itu akan membuka lapangan kerja baru bagi sebagian besar warga sekitar," tegas Ali, yang menyesalkan sikap sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang selama ini hanya menolak TPST Bojong, tanpa mau memberikan jalan keluar. Ali mengaku sudah bertemu pihak Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang selama ini menolak keberadaan TPST Bojong. "Saya minta mereka untuk mencari solusi atas sampah di Jakarta. Mereka minta waktu satu minggu. Saya beri dua minggu. Namun, sampai sekarang, sudah lebih dari tiga minggu, mereka tidak datang-datang juga," sesal Ali. (SUT/NWO/OSA/NAW) Post Date : 01 Desember 2004 |