|
BENTUK kolam itu bak dua segi tiga sama kaki yang disandingkan. Luasnya mencapai 3.500 meter persegi dengan kedalaman 3,5 meter. Posisinya tidak lebih dari 10 meter di tepi Sungai Citarum, Kp. Parunghalang Kel. Andir Kec. Baleendah Kab. Bandung. Kolam itu memiliki sistem tak ubahnya irigasi untuk daerah pertanian. Bedanya, kalau irigasi berfungsi menyebarkan air, kolam itu berfungsi mengumpulkan air. Itulah salah satu kolam penampungan air yang dibuat pemerintah untuk menanggulangi masalah banjir di daerah tersebut. Kolam tersebut dilengkapi dengan dua unit pompa penyedot air buatan Jepang, berkapasitas 9.000 liter/menit. Kecepatan isap mencapai 1.320 rpm dan membutuhkan 22 kilowatt listrik untuk menggerakkannya. Sederhananya begini, seluruh air yang mengalir di perkampungan ditampung di kolam tersebut. Dalam ketinggian tertentu, air tersebut dipompa dan dibuang ke Sungai Citarum, ungkap Bupati Bandung, H. Obar Sobarna, Jumat pekan lalu. Selain di Parunghalang, pemerintah juga membangun kolam penampungan di dua lokasi rawan banjir lainnya, yakni di Kp. Pasawahan dan Bojongcitepus. Namun, baru kolam penampungan di Parunghalang yang sudah siap dioperasikan. Sementara, dua kolam lainnya masih dalam tahap pembangunan. Soal dana pembangunan kolam penampungan, kata Obar, seluruhnya dibiayai dari pusat. Besaran dana untuk setiap kolam --termasuk pompa-- mencapai Rp 6 miliar. Pemerintah Kabupaten Bandung hanya dibebani biaya operasional. Setiap tahun, masing-masing kolam memerlukan dana operasional sebesar Rp 50 juta, tutur Obar. Dalam taraf kecil, masyarakat sudah merasakan betul manfaat keberadaan kolam tersebut. Beberapa minggu lalu, ketika ratusan rumah di Citepus terendam air, Parunghalang justru sama sekali tak banjir. Padahal, waktu itu, mesin belum datang, ungkap Didik Wiradi, staf teknis kontraktor projek pembangunan kolam tersebut, ketika ditemui di lokasi, Selasa (27/12). Didik meyakini, kolam penampungan tersebut akan efektif menanggulangi masalah banjir, meski sebenarnya, uji coba sesungguhnya pada bulan Januari-Februari mendatang. Berdasarkan kelaziman, puncak curah hujan yang berpotensi menyebabkan banjir bandang -sebagaimana tahun-tahun sebelumnya-- terjadi di dua bulan tersebut. Pembangunan projek ini didesain secara khusus. Setinggi-tingginya permukaan Citarum, takkan melampaui ketinggian pompa. Artinya, prinsip yang kami gunakan mirip sekali dengan hukum bejana berhubungan, katanya. Didik menjelaskan, semula mesti mendesain ulang. Soalnya, berdasarkan penelitian, tanah di tempat tersebut terus mengalami penurunan. Sementara, sedimentasi (pengendapan) di dasar Sungai Citarum semakin dahsyat terjadi. Makanya, desain kami naikkan 70 cm. Malah, projek di Pasawahan kami naikkan 1,5 meter dari desain awal. Soalnya, projek ini kan mengacu kepada penelitian 20 tahun lalu dan baru terealisasi 3 tahun ke belakang, ujar Didik Wiradi. Apa pun keadaannya, masyarakat setempat menaruh banyak harapan dengan dibangunnya kolam penampungan itu. Kendati demikian, benak sebagian warga masih diliputi tanda tanya. Januari menjelang, curah hujan --biasanya-- meninggi, dan banjir mengancam. Di situlah uji coba yang sesungguhnya. (Hazmirullah/PR) Post Date : 28 Desember 2005 |