|
JAKARTA (Media): Hingga saat ini Indonesia belum menemukan solusi secara komprehensif dalam menyelesaikan permasalahan sampah. Oleh karena itu, perlu dilakukan multi-approach untuk mengatasi sampah. Menteri Lingkungan Hidup (LH) Rachmat Witoelar mengatakan hal itu pada dialog nasional bertema Mencari solusi pengelolaan sampah di Indonesia, Sabtu (4/6), di Jakarta. "Hampir seluruh kota di Indonesia masih belum mampu menanggulangi masalah sampah secara baik dan berkelanjutan. Bila tidak ada perubahan mendasar terutama dalam aspek hukum dan kelembagaan, sistem manajemen persampahan di Indonesia ibarat bom waktu yang semakin meresahkan masyarakat,'' katanya. Untuk itu, Menteri LH mengusulkan perlu dilakukan multi-approach (pendekatan beragam). Pendekatan pertama, lanjut Rachmat, perlunya disusun payung hukum tentang undang-undang yang mengatur persampahan. "Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan berupaya merealisasikan undang-undang tersebut yang tentunya perlu didukung stakeholder lainnya," katanya. Sementara itu, anggota Komisi VII DPR Tjatur Saptoedy dari Fraksi PAN mengatakan pihaknya telah mendesak pemerintah agar segera menyelesaikan undang-undang mengenai pengelolaan sampah. Bahkan bila KLH kurang mendukung pembuatan undang-undang persampahan, DPR akan menggunakan hak inisiatifnya untuk mendukung menyelesaikan undang-undang yang prosesnya sudah berjalan tiga tahun itu. "Jika sebelumnya KLH hanya mendapat anggaran Rp3 miliar, untuk mendukung KLH akan ditambah menjadi Rp6 miliar," katanya. Saat mendapat dukungan dari DPR, Rachmat pun menyatakan kegembiraannya. "Insya Allah, rancangan undang-undang mengenai sampah akan selesai dalam waktu enam bulan. Apalagi kita mendapat dukungan dari DPR," katanya. Revitalisasi Selain perlunya payung hukum (masih menyangkut pendekatan beragam), usulan kedua Rahmat ialah pembenahan institusi, terutama di tingkat lokal dan regional. Alasannya, tingkat lokal sering kali memikul beban yang tumpang tindih baik sebagai pelaksana (operator), perencana, dan sekaligus pengawas. "Oleh karena itu, revitalisasi dan reposisi kelembagaan di daerah perlu segera dilakukan." Menurut Rachmat, di tingkat regional, seperti kawasan megapolitan Jabodetabek, Surabaya, Bandung Raya, dan kawasan sejenis lainnya diperlukan kebijakan nasional, tetapi yang mampu memayungi kepentingan lintas kabupaten/kota maupun provinsi dalam konteks kerja sama antardaerah di bidang persampahan. "Bukan hanya dalam penanganan konflik, tetapi juga pembiayaan investasi dan operasional, misalnya melalui pembangunan TPA regional." Lebih lanjut, Rachmat mengusulkan pendekatan ketiga, yaitu perlunya ditingkatkan program intensif yang dapat mendorong kabupaten/kota untuk meningkatkan kebersihan dan penghijauan kotanya. Pendekatan keempat, lanjutnya, perlunya pertimbangan penggunaan teknologi dalam mengatasi sampah. Salah satu konsep pengelolaan sampah yang telah lama dikenal ialah pemanfaatan limbah secara maksimal melalui 4 R (reuse, recovery, recycle, reduction). "Konsep 4R ini dapat dilakukan individu, rumah tangga, produsen, dan kualifikasi tertentu dalam hal pengelolaan sampah. Oleh karena itu, perlu standar dan kualifikasi tertentu dalam pengelolaan dan pembuangan sampah baik dari segi teknologi, prasarana sarana, serta personelnya," katanya. Sedangkan pendekatan kelima ialah keseriusan. Rachmat menilai, keseriusan merupakan kunci utama keberhasilan dalam menangani sampah. Untuk itu perlu ditingkatkan kesadaran, kepedulian, serta tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan sampah. Rachmat berpendapat, dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, perlu dicanangkan Hari Peduli Sampah. "Untuk mengingat tragedi sampah di Leuwigajah, Bandung, yang mengakibatkan hilangnya hampir 200 orang, tepatlah kiranya 21 Februari ditetapkan sebagai Hari Peduli Sampah," kata Menteri LH. (Drd/H-1) Post Date : 06 Juni 2005 |