Sampah sudah enggak karuan, tapi bagaimana lagi, kami hanya berharap, pemerintah segera mengatasi hal ini," ujar Budi Kurniawan, pedagang sayur di Pasar Ciputat, Rabu (13/1).
Budi pantas mengeluh, karena tumpukan sampah Pasar Ciputat yang membusuk terus menggunung. Truk pengangkut sampah kewalahan. Kondisi sampah di Pasar Ciputat mewakili kekacauan manajemen pengelolaan sampah Kota Tangsel. Kondisi hampir sama jug terjadi di Pasar Jombang.
Kepala Pasar Ciputat Odih Supriatna mengakui jika sampah yang menumpuk cukup tinggi dan belum terangkut. Pemkot Tangsel memang belum mengupayakan pengangkutan. Kondisi ini sudah terjadi lebih dari sepekan. Penumpukan terjadi setelah Pemerintah Kabupaten Tangerang sebagai daerah induk sebelum dimekarkan menjadi Tangerang Selatan menarik semua layanan sampah ke wilayah ini sejak 5 Januari 2010.
Padahal selama ini, 38 armada disediakan mengangkut sampah. Itu pun hanya dapat mengangkut sekitar 600 meter kubik per hari jauh lebih kecil dibanding produksi sampah yang dihasilkan yang mencapai lebih dari 1.000 meter kubik per hari.
Tidak Ada Anggaran
Penghentian layanan sampah menurut Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kabupaten Tangerang Hery Haryanto karena Pemkab tidak menganggarkan biaya operasional untuk wilayah Tangsel.
"Sebagai pemerintahan induk, kami tidak bertanggung jawab lagi soal sampah karena Tangerang Selatan sudah mengelola pendapatan asli daerah sendiri," kata Hery menjawab SP beberapa waktu lalu.
Selama ini, kata Herry, anggaran operasional pengangkutan sampah di wilayah Tangsel mencapai Rp 167 juta per bulan. Namun, sejak Tangsel mengelola keuangan sendiri, Pemkab Tangerang lantas mengalihkan fasilitas pengangkutan sampah untuk melayani warganya di wilayah lain, seperti Pantura, Curug, dan Pagedangan.
Selain menghentikan layanan, Pemkab Tangerang juga melarang Tangsel membuang sampah di TPA Jatiwaringin Mauk yang memang masuk wilayah Pemkab Tangerang.
"Kalau sudah tidak melayani, otomatis tidak boleh lagi buang di wilayah Kabupaten Tangerang, kecuali mereka mengajukan diri melakukan kerja sama.
Hal ini, kata Hery Haryanto, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Kerja Sama Antara Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Makin Kisruh
Dengan penghentian angkutan sampah ini, Tangerang Selatan terancam jadi lautan sampah. Hal ini sudah terlihat di beberapa titik, seperti, Pasar Jombang, Cimanggis, Ciputat sudah terjadi penumpukan sampah yang belum sempat terangkut.
Bahkan, sejumlah sopir truk nekat membuang sampah di TPA Rawa Kucing, Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang.
Perbuatan sopir truk yang kebingungan untuk membuang sampah itu akhirnya diketahui petugas Satpol PP yang tengah berpatroli. Dua dari enam truk sampah warna hijau berpelat merah, 9011-WWOQ dan sebuah truk cokelat berpelat hitam B-9985-MH ditahan.
Menurut Sekretaris Daerah Kota Tangerang Hary Mulya Zein, pihaknya baru akan melepas dua truk yang kini ditahan jika Pemerintah Tangsel datang ke Pemerintah Tangerang untuk meminta maaf.
Pemkot Tak Tahu
Sementara itu, Penjabat Wali Kota Tangsel Shaleh MT justru mengaku tidak tahu persoalan sampah yang menerpa daerahnya. Dia beralasan selama ini tidak pernah mendapat laporan dari anak buahnya soal sampah.
Namun, dia mengakui, saat ini Tangsel masih melakukan penjajakan kerja sama pengelolaan sampah. Shaleh MT juga ternyata tidak memahami UU No 18 Tahun 2008 yang mengharuskan setiap daerah punya pengelolaan sampah sendiri dan hal itu memang ada UU-nya.
Lebih lanjut, Shaleh mengatakan, pihaknya sudah menetapkan Cipeucang di wilayah Setu sebagai tempat pembuangan akhir (TPA). Namun akhir-akhir ini muncul penolakan keras dari warga.
Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Tangsel Didi Supriyadi Wijaya, mengatakan akan melakukan lobi agar bisa bekerja sama dengan Kabupaten Tangerang. "Kami berharap masih bisa membuang sampah di Jatiwaringin, Mauk," ujarnya [SP/Dewi Gustiana]
Post Date : 15 Januari 2010
|