Kisah Perias Pengantin Yang Rela Jadi Pemungut Sampah

Sumber:Jawa Pos - 18 Maret 2005
Kategori:Sampah Luar Jakarta
Pagi di Salon, Sore Bawa Gerobak Keliling ke Rumah Warga Di Kelurahan Dukuh Sutorejo, Mulyorejo, ada seorang ibu yang telaten mengajak warga di kampungnya agar mau memisahkan sampah kering dan basah. Bahkan, dia juga rela mengambil sendiri sampah-sampah itu ke setiap rumah warga.

PEKERJAAN Hariani Wilujeng sehari-hari sebenarnya adalah perias pengantin. Dia juga pemilik sebuah salon kecantikan di Jalan Sutorejo.

Tapi, sejak dua minggu terakhir ini, Hariani punya "pekerjaan" baru sebagai pemungut sampah. Yang dipungut khusus sampah kering.

Perempuan 48 tahun ini berusaha memberi pengertian kepada warga tentang pentingnya memisahkan sampah basah dan kering.

Sejak mengikuti pelatihan mengelola sampah di LSM Bangun Pertiwi, Hariani bersemangat untuk mengubah kampungnya yang termasuk kumuh itu agar menjadi bersih. Dia kemudian mengumpulkan warga di RW VII untuk diajak mengelola sampah kering. "Saya sampaikan program saya ke warga," kata Hariani.

Program yang disampaikan ke warga itu sangat sederhana. Yakni mengajak warga agar mau memisahkan sampah basah dan kering di rumahnya masing-masing. Selanjutnya, sampah yang kering itu dikumpulkan, kemudian dijual lagi. Hasilnya, dikembalikan ke warga.

Memang, tidak mudah membuat warga tertarik dengan ide tersebut. Awalnya, hanya ada 10 KK (kepala keluarga) di RT 03 yang bersedia mengikuti program yang ditawarkan Hariani. Tapi, itu bukanlah halangan. Baginya, jika 10 orang ini berhasil, tentu warga lainnya juga akan mengikutinya.

Hariani pun memulai programnya itu. Sepuluh orang tadi diajak memisahkan sampah basah dan kering. Sampah kering dikumpulkan, mulai dari kertas bekas, botol air mineral, plastik bumbu, dan sebagainya. Sampah-sampah itu digantungkan di depan rumah masing-masing warga yang ikut. "Setiap Rabu dan Sabtu, saya keliling mengambil sampah-sampah itu," kata perempuan kelahiran 7 Mei 1957 ini.

Hariani mengambil sendiri sampah-sampah yang sudah dikumpulkan warga di tas kresek tersebut. Setiap sampahya diambil, pemilik sampah tanda tangan, dan mendapat tanda terima. Kegiatan mengambil sampah ini biasanya dilakukan Hariani sore hari. Sebab, di pagi hari, Hariani sibuk mengelola salon kecantikannya dan juga membuka warung makan kecil-kecilan di depan rumahnya. "Pagi nyalon atau rias pengantin, sorenya ambil sampah," katanya.

Sampah-sampah kering yang dikumpulkan warga tadi dikumpulkan Hariani di balai RW. Dia sudah bekerjasama dengan pedagang barang bekas yang setiap Minggu datang membeli sampah-sampah kering itu.

Untuk menarik minat warga lainnya, di setiap rumah anggota kelompoknya, Hariani menempeli dengan daftar harga sampah-sampah itu. Misalnya, harga kardus Rp 550/kg, gelas plastik Rp 1.600/kg, botol orson Rp 75/botol, dan sebagainya. Daftar harga itu dipasang dengan kertas berwarna seukuran folio, dan ditempel di depan pintu. "Biar warga semangat mengumpulkan sampah," kata istri Abdul Chafid ini.

Uang hasil penjualan sampah kering itu dikumpulkan. Warga sepakat, uang tersebut akan dibagikan menjelang lebaran. "Itung-itung sebagai THR (tunjangan hari raya) untuk warga," kata Hariani.

Seminggu berjalan, rupanya semakin banyak yang ingin bergabung dengan Hariani. Kini, anggotanya sudah 60 KK (kepala keluarga). Tidak hanya di RT 3, tapi sudah di semua RT di RW VII, yakni RT 1-4. "Warga di sini juga saya obrak-obrak untuk ikut. Biar kampungnya bersih," kata Suwadji, Ketua RW VII yang mendukung program Hariani ini.

Kini, jika Anda melintas di RW VII Kelurahan Dukuh Sutorejo, di depan rumah-rumah warga akan terlihat gantungan tas kresek yag berisi sampah-sampah kering. Di ujung gang juga terdapat papan bertuliskan Anda Masuk Kawasan Pemisahan Sampah. Dan, setiap Rabu dan Sabtu, akan terlihat perempuan separuh baya mendorong gerobak mengambil sampah-sampah itu dari rumah ke rumah. "Saya dapat sumbangan gerobak sampah dari Dinas Kebersihan," kata ibu dua anak ini.

Soal pengarsipan, Hariani juga tertib. Dia punya catatan tentang sampah-sampah yang dikumpulkan anggota kelompoknya. Semua itu ditulis di atas kertas bekas. "Saya sengaja pakai kertas bekas. Agar kertas ini ada kegunannya," ungkap Hariani.

Hariani mengaku bangga dengan kesibukan barunya ini. Apalagi suaminya juga terlihat sangat bangga dengan kegiatan tersebut. Anaknya, drg August Romdhony dan Lila Dwi Safitri SE juga ikut mendukung ibunya. "Mereka tidak malu ibunya mengumpulkan sampah," papar Hariani, bangga.(tomy c. gutomo)



Post Date : 18 Maret 2005